Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 4)

2 Februari 2023   14:47 Diperbarui: 2 Februari 2023   15:08 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dokumentasi pribadi

Sementara Maharani tak bisa sepenuhnya berkonsentrasi pada buku yang ia bacakan. Sesekali matanya melirik ke sebuah piano putih besar di ruangan yang sama. Di sana, Orion memainkan sebuah lagu instrumental dengan lancar. Di bangku yang sama, Lady Rose menyilangkan kaki seolah memamerkan betis-betisnya yang jenjang. Tampak sekali ia berusaha untuk pamer kemesraan sambil sesekali membelai lengan dan memeluk punggung Orion yang cuek bermain. Pemuda itu hanya tersenyum sesekali saja, larut dalam nada-nadanya sendiri. Ia malah sesekali melirik, seperti berusaha mencaritahu apa yang sedang dilakukan anak-anak tirinya di sebelah sana.

"Permisi Adik-adik, aku ingin pergi ke kamar kecil. Lalu ingin keluar sejenak melihat pemandangan dari balkon, jika kalian tak keberatan!" Maharani merasa ingin keluar mencari udara segar. Pemandangan yang ia baru lihat terlalu menyesakkan, entah mengapa ia merasa begitu gerah dalam cuaca dingin yang masih terasa walau di depan perapian hangat.

"Tentu saja, jangan berlama-lama ya, kami akan menunggu!" Leon dan Grace berdiri lalu menyerbu Orion dan ibu mereka yang masih asyik di depan piano, "Ma, sesekali Mama yang bermain piano dan kami mendengarkan! Seperti dulu biasa Ibu lakukan! Ayo, Ma!" pinta keduanya mendesak, "Setelah itu kami juga akan bermain piano, menunjukkan apa yang selama ini kami pelajari!"

"Oh, baiklah! Mama sudah lama sekali tak bermain piano, mungkin akan terdengar sedikit kaku atau bahkan salah-salah! Namun akan Mama buktikan jika Mama masih bisa bermain piano seperti waktu Mama masih seumur dirimu, Leon!"

Orion berdiri, memberikan keluarga itu waktu bertiga bersama-sama.

Sementara itu Maharani masih berada di kamar mandi wanita yang sangat besar dan mewah, jauh lebih baik daripada kamar mandinya sendiri di Viabata dulu. Di sini tak ada yang namanya gayung dan ember, apalagi sikat dan sabun colek. Tembok dan lantai terbuat dari pualam plus lapisan karpet khusus. Bath tub berukuran besar, shower air hangat serta interior bernuansa retro klasik. Sabun cair yang ada sangat wangi, mewah bagaikan parfum. Maharani merasa seperti berada di alam mimpi.

Belum lagi begitu ia keluar. Malam pertama di kediaman Delucas tampaknya begitu cerah, indah dan syahdu. Sedari tadi Rani ingin sekali keluar menuju ke balkon, di mana dari sana ia bisa melihat pemandangan indah taman bunga dan hamparan perbukitan serta lampu-lampu kecil Chestertown.

"Selamat malam, Nona Maharani!"

Suara itu... O-o-orion?

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun