"Kopi instan beginian 'mah bukan kopi beneran, Nona! Kebanyakan sebenarnya kopi jagung, lho... Tahu apa itu kopi jagung?"
Suara rendah cowok muda di belakangku itu membuatku menoleh. Aneh juga orang ini, berani-beraninya bicara pada cewek gak dikenal, jangan-jangan dia pria iseng yang sedang ingin kenalan, curi-curi kesempatan di tengah kesempitan! Apa 'sih yang menarik dariku, cewek tomboy berkacamata minus delapan yang pemalu dan kesepian?
"Hah? Kopi jagung, kayak di zaman perang itu? Masa 'sih? Jadi, kopi yang beneran itu yang seperti apa, uh, Tuan..." kubalas saja kata-katanya sambil mengira-ngira usia Si Pemuda Asing, mungkin sedikit lebih muda dariku. Berkulit putih bersih dan berambut hitam khas Asia, penampilannya boleh juga. Beda-beda tipislah dengan oppa-oppa Korea di drakor kegemaran teman-temanku yang tidak seberapa suka kutonton.
"Rey. Barista baru di kafe kecil dekat-dekat sini. Masih dalam probasi, masa percobaan tiga bulan. Salam kenal!" tanpa ditanya ia pede memperkenalkan diri.
Kelihatannya sok dekat sok akrab sekali. Tentu saja aku tak terpancing. "Oh ya? Salam kenal kembali juga. Nama saya Joy. Jadi seperti apa 'sih kopi yang sungguhan itu, yang bukan kopi jagung?" aku berusaha cuek bin dingin, gak ingin menaruh perhatian, memalingkan keempat mataku darinya.
"Kopi sungguhan wanginya beda, jelas dari biji kopi segar yang digiling dan langsung diseduh. Kopi-kopi yang sudah di dalam saset jelas bukan dari kopi bermutu tinggi semacam itu, melainkan hanya kopi kualitas kesekian, yang dicampur jagung itu. Ada harga, ada mutu, ada rasa. Ada beda antara Peminum Kopi dengan Pecinta Kopi."
"Oh ya? Kata mereka di iklan, kopinya dijamin murni seratus persen! Masa 'sih pengiklan berani bohong?" aku masih keukeuh coba-coba membela minuman favoritku selama ini. Minuman wajib sejuta umat yang biasanya disajikan instan, cukup diseduh air panas, aduk-aduk sampe larut, jadilah si hitam manis hangat pelawan rasa bosan atau kantuk.
"Silakan Nona Joy langsung datang ke Kafe Coupee, tuh, di seberang jalan. Saya siap traktir on the house agar Nona bisa buktikan sendiri! Saya tunggu kapan saja, well, maaf, hampir tiba waktu saya bekerja, jadi, sampai jumpa, Nona Joy! Senang berkenalan denganmu. Ciao!" Pemuda aneh bernama Rey itu tak berlama-lama berdiri di dekatku, memberi tabik ala tentara dan berlalu.
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H