Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Uang: Rampok Online, Pesugihan dan Obsesi Viral Manusia

30 Januari 2023   10:11 Diperbarui: 30 Januari 2023   16:19 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada beberapa orang atau ungkapan bilang, money is the root of evil. Uang adalah akar kejahatan. Namun yang mungkin lebih tepat atau akuratnya adalah the love of money is the root of evil. Artinya, cinta akan uang adalah akar kejahatan.

Uang, atau money, atau qian, memang adalah sarana pembayaran yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Sebab kita tak lagi ada pada zaman berburu dan meramu (hunting and gathering) atau barter, melainkan uang sebagai alat tukar dan alat pembayaran. Bahkan sekarang uang tunai saja sudah tak cukup. Kita perlu punya e-money juga. 

Jika bisa, dari semua merek bank dan besutan produk keuangan yang ada di pasaran, supaya tidak repot. Jika tak punya uang, buru-buru berhutang atau mencari tambalan dana di sana-sini.

Begitu dahsyatnya uang pengaruhi hidup manusia.

Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, tidak masalah jika hanya berpendapatan sekitar puluhan ribu Rupiah sehari. Namun ada yang merasa tidak cukup, bahkan ratusan ribu juga belum bisa memenuhi kebutuhan pokok.

Ayam kampung segar di DKI Jakarta misalnya, 90 ribuan Rupiah per ekor. Daging sapi atau B2 sudah di atas 100 ribu per kilogram. Beras 25 kilogram bermutu baik, hampir 300 ribu. Uang jalan dan bensin alias biaya transportasi bekerja bisa mencapai belasan hingga puluhan ribu.

Maka tak heran, orang-orang (pegawai) berusaha mencari tambahan dana di mana-mana selain dari gaji dan pekerjaan utama lainnya. Muncullah para pekerja sampingan (dan juga utama) di media sosial. Misalnya seperti saya, menulis dari hobi. Namun karena keterbatasan waktu dan tempat, sementara ini hanya bisa dijadikan tambahan. Lumayan untuk beli paket data, jajan-jajan dan minum kopi.

Sayangnya tetap saja ada manusia yang menyimpang dari jalan talenta yang dikaruniakan Tuhan YME. Memanfaatkan peluang yang ada lewat jalur viral. Minus kreasi berguna dan bermanfaat. Hanya mengandalkan simpati dan empati seperti mengemis online. Dianggap bisa mendapatkan jauh lebih banyak daripada bekerja di sawah atau ladang. Dianggap tidak melelahkan. Juga tidak merasa sakit atau sudah jatuh sakit.

Juga lewat pamer-pamer kulit, joget-joget tak jelas, maupun teraan kata-kata panas lewat segala yang mengundang klik alias clickbait. Apa yang benar-benar anggun dan santun, tersingkirkan. Semua nyanyian merdu, tarian indah terlupakan. Semua kisah yang santun, sarat pesan moral, jadi sepi tak terbaca. Semua yang lebih berani dan menggoda mata dan telinga rela dan semakin gencar dilakukan untuk mendulang klik, Dolar, dan keviralan.

Belum lagi cara-cara kotor seperti penipuan cerdas lewat media WA dan aplikasi yang menguras isi rekening dan data korban. Misalnya yang heboh, modus kirim paket dan surat undangan APK yang ujung-ujungnya mengarah ke pengintaian dan pengambilan kode rahasia/sandi/password aplikasi perbankan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun