Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tiga "Merasa" yang Sering Menjadi Jebakan "Manis" Penulis!

25 Januari 2023   08:10 Diperbarui: 25 Januari 2023   08:25 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua orang punya perasaan, termasuk para penulis. Namun beberapa 'merasa' bisa jadi jebakan 'manis' yang malah cepat lambat merugikan seorang penulis. Manis ditulis dalam tanda kutip karena ibarat rasa manis, rasanya memang tidak pahit, malah menyenangkan di lidah dan di telinga. Akan tetapi siapa tahu bagaimana kelak akibatnya dalam perut kita?

'Merasa-merasa' apa saja yang sering menjadi jebakan 'manis' bagi penulis?

1. Merasa diri paling terpelajar. Mungkin latar belakang pendidikan kita lebih tinggi. Mungkin kita berlatar belakang kuliah sastra, kepenulisan, bahasa dan sebagainya. Bukan lagi S1, mungkin S2, 3, 4 jika ada, S100 di luar negeri dan luar angkasa (ups, hanya fiksi genre fantasi saja).

Bagaimanapun, itu semua bisa jadi tak berarti jika tidak dipergunakan dengan maksimal. Bukan berarti harus tinggi besar dalam dan luas, melainkan bagaimana ilmu bisa didedikasikan dan diterapkan.

2. Merasa diri paling berpengalaman. CV boleh panjang lebar, sudah begini begitu, buku yang sudah terbit sekian ratus judul dan best seller mancanegara atau jika bisa se-antariksa. Namun jika bicara atau menulis mengenai dunianya seolah paling 'wah' sendiri.

"Ingat, masih ada brambang dan kerupuk udang di atas nasi goreng."

3. Merasa diri banyak pendukung dan rekan sekebon, sekolam, sekandang.

Tak apa-apa punya atau bergabung dalam sebuah kelompok/komunitas, asal jangan jadi geng. Apa beda kelompok dengan geng? Dalam kelompok ada pemimpin, tentu saja. Namun pada dasarnya kelompok itu lebih bebas bergerak. Kelompok adalah (dan hanya) sebuah wadah ibarat keranjang buah. Pendapat dan rasa boleh beda-beda, beragam jenis dan rupa, bisa positif-negatif namun semua tetap dihargai.

Sedangkan geng hampir sama, ada pemimpin dan anak buah. Tapi bedanya, pemimpin di dalam geng cenderung akan memberi prinsip dan batasan yang sedikit banyak membatasi suara-suara anak buah.

Memiliki banyak pendukung yang manut, memuji dan 'berkata manis selalu' malah akan merugikan kita karena kita merasa sudah baik bin sempurna. Tidak ada yang bisa diperbaiki karena tidak menerima peringatan dan ulikan, malah cenderung membalikkan semua masukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun