Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Penulis Harus Jadi 'Penakut'! (Lho, Mengapa?)

9 Januari 2023   05:19 Diperbarui: 9 Januari 2023   06:38 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi via Pexels

"Penulis harus jadi 'penakut'!"

Lho, mengapa? Bukankah penulis harus berani 'bersuara lewat kata'?

Memang ya, penulis harus berani. Akan tetapi, berani macam apa dulu nih?

Hanya berani berdebat? Hanya berani menuliskan berdasarkan kutipan kata orang lain yang ia rasa benar? Hanya berani berada di belakang layar dan berlindung di balik nama pena?

Apa beda dengan 'rengginang di balik kaleng biskuit'? Meski rengginang dan biskuit sama-sama enak, tapi ya sami mawon dengan udang di balik batu.

Jangan lupa untuk 'takut'!

1. Takut kepada Tuhan YME. Tuhan adalah Maha Pencipta yang mengaruniakan kita otak, hati, tangan, mata. Panca indra kita adalah bekal dan modal kita menulis. Namun Ia juga mengaruniakan kita talenta dan jalan. Apabila kita terlalu berani menentang-Nya, tidakkah kita takut pada apa yang Ia sanggup lakukan?

Bukan masalah dosa dan moral, melainkan masalah tanggung jawab ciptaan kepada Pencipta. Kita hanya dititipkan talenta, bukan pemilik.

Baca juga: Menulislah!

2. Takut pada hak cipta. Beberapa oknum penulis tidak, kok bisa? Demi klik mereka ATM (amati, tiru, modifikasi) bahkan plagiasi karya penulis yang sudah lebih dulu ada. Demi cuan mereka nekat lakukan apa saja, demi laku dan sebagainya. Takutlah, maka pundi-pundi Rupiah dan Dolarmu akan 'bersih'. Sedikit tak mengapa daripada berlimpah namun 'kotor'.

3. Takut pada penggunaan kata-kata. Walau ada yang namanya licencia poetica dan hak asasi berkreasi, kita tak bisa sembarangan berani berkata-kata.

"Mata tak bisa berhenti memandang. Kata-kata tak bisa memilih mata."

Artinya, walau karya digembok, dibatasi, dikunci, pasti ada yang bisa mencuri masuk dan membaca. Seperti makanan yang disimpan masih bisa dicuri atau digerogoti hewan pengganggu atau semacamnya.

Takutlah, pilah pilih kata, berikan yang terbaik! Baik dalam karya literatur maupun dalam berkomentar di mana saja. Media sosialkah, blog, dan lain-lain.

Takut bukan berarti pengecut, takut artinya jadi waspada, siaga, berkarya dengan penuh pengendalian diri sambil terus berusaha berkreasi dari hati.

Semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun