Sementara Emily yang pagi itu sendirian saja di lobi atau ruang tamu utama puri Vagano, lagi-lagi menunggu seorang diri dalam kegelisahan. Ia tak tahu apakah harus berduka atau tetap tegar, harus pergi segera dari pulau surga yang mulai berubah menjadi pulau teror mencekam ini, atau bagaimana? Mustahil dan juga tak tega membiarkan Ocean dan Sky hanya berdua.
Ocean. Pemuda yang begitu baik dan menarik. Sangat dekat dan hangat. Tapi mengapa ia sekaligus begitu jauh, seperti terselubung sebuah misteri?
Grandfather clock yang menemaninya berdetak tik tok tik tok tik tok keras dan kencang, gemanya dalam sunyi begitu jelas seperti di film-film horor.
Ocean, aku takut sekali, sudah ada nyawa melayang di puri yang selalu kita anggap sepi dan damai karena berada di ujung dunia ini. Tapi ternyata tanpa sepengetahuan kita, di kala kita sedang menyelidiki sumber suara aneh dan mengerikan, peristiwa mengerikan telah terjadi. Pasti yang melakukannya tak ingin kita semua tahu, dan siapa tahu ada yang akan dibunuhnya lagi malam ini!
Tiba-tiba Emily mendengar ada keributan dari lantai teratas puri. Disusul seseorang yang sedang berjaga di atas sana tiba-tiba berlari turun menuruni tangga utama yang melingkari lobi, terengah-engah sambil berteriak-teriak, "Gawat! Tuan Muda Ocean dan Sky mesti segera diberi laporan!" pria itu bingung sendiri melihat ke kanan-kiri.
Emily berdiri menyambutnya, "Ada apa, Tuan?"
"Gawat, Nona Emily! Pedang yang tersimpan rapi dalam kotak kaca di museum dan perpustakaan keluarga Vagano..." pria itu masih terengah-engah dalam berusaha merangkai kata-kata,
"Pedangnya kenapa?" Emily tak berani menduga-duga karena kemungkinan terburuk itu semakin kuat mencekam jantungnya.
"Hi, hi, hilang. Kacanya telah dipecahkan. Konon bila pedang itu jatuh ke tangan seseorang yang memiliki dendam kesumat, ia akan membunuh siapa saja yang ia temui. Sasaran utamanya dan juga orang-orang lainnya!"
Ucapan orang itu membuat Emily seakan ingin pingsan.
Orang yang terbunuh kemarin karena ditusuk dengan pisau saja sudah cukup mengerikan. Apalagi, sebuah pedang?
Pedang terkutuk 'Dangerous Attraction' yang pernah ia lihat sendiri belum lama ini. Pedang perak berkilau yang masih sangat tajam, memancarkan aura sedingin es dan sepanas api, seakan menunggu seseorang menyentuh dan menggenggam pangkalnya.
"Jangan sampai hilang! Jangan sampai jatuh ke tangan orang lain! Kurator serta kolektor dari seluruh dunia sangat menginginkannya sebagai koleksi antik bernilai tinggi yang akan sangat laku dan diincar museum di seluruh Dunia Ever!" kata Ocean dan Sky dulu.
Emily tak bisa berkata-kata. "Tak ada CCTV di sini, Tuan?"
"Tentu tak ada, karena puri ini sudah sangat tua dan fasilitas kelistrikannya dan juga alat telekomunikasi kami sangat minim. Bahkan jaringan telepon pun tak ada di sini." pria itu dan Emily untuk sementara terdiam bersama-sama.
Sementara itu, di suatu tempat rahasia, Hannah sedang memegang barang yang baru saja dibicarakan Emily dan seorang pria penjaga.
"Ya, ya, ya. Tentu saja aku yang memecahkan kacanya dan mengambil pedang terkutuk itu, mumpung Ocean dan Sky sedang tak ada di puri ini. Dan saking tenangnya, tak ada yang segera tahu! Walau bunyi kaca pecah keras terdengar, saking luas dan jauhnya koridor dan ruangan-ruangan dalam puri ini, bahkan penjaga yang sedang tugas patroli pun terlambat bergerak mengetahui hilangnya benda ini!"
Hannah menggenggam pedang itu dengan kedua tangannya yang mulai tremor. "Ya, tak sesuai legendanya, aku tak langsung membunuh orang-orang dengan pedang ini! Bukan aku yang akan melakukannya!"
Mata tuanya seakan menyala-nyala karena pantulan kilau pedang itu.
"Bukan aku! Melainkan si Makhluk Terkutuk itu!"
(Bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H