"Cover yang 'menjual' itu harus begini lho..."
"Blurb itu mesti seperti ini..."
"Di cover harus ada cewek seksi atau cowok atletis, biar menarik, buku jadi lebih laku!"
Banyak penulis dunia nyata-maya hingga penerbit buku cetak dan platform bacaan masih memiliki pandangan simpang-siur bagaimana sebenarnya desain cover atau sampul buku yang baik.
Sebenarnya tidak ada desain yang baik dan kurang baik. Yang ada dalam dunia desain adalah tepat dan kurang tepat.
Desain yang tepat bukan hasil ubah template atau sekadar ketik judul dan nama penulis saja pada basis atau dasar yang sudah ada. Desain yang tepat diperoleh dari riset/survei (walau kecil-kecilan), brainstorming (pencarian ide bersama) maupun pemilihan konsep.
Berikut beberapa elemen desain yang seyogyanya diutamakan.
1. Keterbacaan nama penulis dan judul. Bisa terlihat dari kejauhan, tidak terlalu kecil, tidak terlalu besar. Sesuaikan letaknya dengan foto/ilustrasi.
2. Pemilihan jenis huruf atau pemakaian tipografi. Tidak terlalu kaku, tidak terlalu kriwil. Silakan berkreasi hingga nyaman dipandang.
3. Ilustrasi dan foto yang sesuai tema. Tak harus tokoh seksi dengan kulit terbuka di mana-mana. Yang penting sederhana tapi mengena.
4. White space atau ruang bernapas agar cover tidak penuh sesak dengan ilustrasi yang gontok-gontokan dengan teks dan atau malah ramai membingungkan.
5. Palet warna yang serasi, selaras, tidak belang bonteng.
Selain itu, blurb atau deskripsi isi seyogyanya sesingkat, sepadat dan sejelas mungkin. Mengapa?
1. Blurb adalah sebentuk promosi terselubung atau kata pemancing saja. Buku ibarat menu restoran, di mana blurb adalah icip-icip atau tester, di mana jika calon pembaca ingin tahu rasa masakan itu, merasa suka/berminat tapi ingin lebih banyak, silakan order masakannya (beli atau baca bukunya).
2. Blurb yang bertele-tele hanya akan membuat pembaca ogah atau bosan. Ingat, buku di beranda atau toko buku fisik bersaing dengan buku lain. Pada saat ini, buku sering dianggap sebagai karya seni yang elegan, estetik dan bisa tampil simpel sebagai simbol literasi di mana saja, kata-kata di belakang bisa tampil padat, singkat, jelas dan ringkas tanpa mengurangi maknanya.
3. Blurb boleh mencerminkan isi tapi tidak usah 'membuka' atau reveal semuanya. Blurb bukanlah (tidak sama dengan) sinopsis atau kesimpulan. Bagaikan teka-teki yang buat penasaran, jawaban harus ditemukan pembaca sendiri dalam buku itu. Caranya? Beli.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H