Beberapa waktu lalu heboh soal surat (izin) sakit (surat yang menyatakan tidak dapat masuk kerja/sekolah karena sedang kurang sehat) bisa diperoleh secara online, cukup hanya isi data dan jadi dalam 15 menit! Diiklankan di media dalam ruang kereta api komuter, banyak pembaca iklan yang kemudian protes kepada PT. KAI karena pada dasarnya kurang setuju pada (konsep) iklan tersebut.
Dinilai sebagai konsep yang kurang tepat dalam hal etika kedokteran dan dunia kerja, pengiklanan bisnis/usaha online 'inovatif' tersebut sangat disayangkan.
Barangkali ide awal atau inspirasi membuat konsep surat izin online itu datang dari ketidakmampuan dan ketidaksempatan kita untuk pergi ke dokter atau klinik 24 jam dan sebagainya karena, ya, sakit.
Karena Pandemi Covid-19 masih ada, usaha/bisnis online dan ide-ide masih terus berjalan (walau banyak startup bangkrut/tutup karena sudah kurang prospektif dan merugi), masih banyak yang menginginkan agar tatap muka zaman normal seperti sebelum pandemi Covid-19 dikurangi dulu. Barangkali dengan tidak datang langsung ke dokter, dengan sendirinya bisa terhindar dari yang sakit atau kontak dekat dengan sesama pasien.
Sebenarnya, ide brilian. Akan tetapi jika dibayangkan lebih lanjut, apakah masih akan tetap berkilau?
Pertama, seperti kata para netizen yang kontra. Seharusnya pemeriksaan pasien dan dokter walau sudah bisa via aplikasi atau video call, tetap saja minus kontak langsung. Bukan masalah tak bisa berkomunikasinya, melainkan kontak ini yang sebenarnya jadi tujuan pasien memeriksakan diri. Jika tidak bertemu dokter, bukan hanya rasa kurang sreg, melainkan ada yang kurang.
Dokter bisa jadi kurang bisa tahu hal-hal dasar untuk melakukan analisis dan diagnosis karena tidak bisa memeriksa suhu tubuh, misalnya. Agak ganjil jika pasien disuruh mengecek temperatur sendiri. Apalagi tekanan darah. Mungkin tidak semua pasien memiliki alat pengecekan pribadi.
Hanya via mata dan lidah saja sebagai alat komunikasi, penulis rasa tak cukup bisa memenuhi 'syarat' analisis dan diagnosis kesehatan, apalagi etika kedokteran yang benar.
Lebih dari itu, betapa rentan dipermasalahkan keabsahan dan tujuan pembuatan sepucuk surat sakit yang sejatinya harus offline alias langsung di depan pasien oleh seorang tenaga medis yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Apa benar-benar tidak mampu bekerja/masuk sekolah hari ini, berapa lama sebenarnya waktu istirahat yang dibutuhkan?
Sebenarnya, jika mau jujur, tidak semua 'sakit' sungguh-sungguh tepat dijadikan alasan untuk tidak masuk kerja.
Berikut sebuah tes kejujuran kecil saja. Berapa banyak dari kita yang sebenarnya tidak merasa sakit namun pernah membuat surat sakit demi sesuatu yang bukan sakit? Penulis rasa, sekali seumur hidup pasti kita atau orang yang kita kenal pernah merasa kepepet lalu terpaksa membuat surat absen demikian.
Jadi, visi misi keberadaan usaha semacam ini mungkin pada awalnya 'baik', jika tidak bisa dibilang 'mulia'. Hanya saja, bagaimana pelaksanaannya dan bagaimana dampaknya jika dilihat dari sudut pandang etika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H