Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Episode 6: Cursed Kutukan Kembar Tampan (Novel Romansa Misteri)

22 Desember 2022   11:12 Diperbarui: 22 Desember 2022   11:17 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain dokumentasi pribadi

Malam itu Emily sungguh tak dapat tidur, sepertinya ia mengalami insomnia. Tetapi saat ia berusaha memejamkan mata, terdengar sayup-sayup suara merdu alunan alat musik klasik yang familiar. Piano.

Lagu instrumental tunggal klasik terkenal yang Emily lupa apa judulnya.

Terdengar tak seberapa jauh.

Emily yang sudah bergaun tidur ala jaman dahulu, milik almarhumah ibunda Ocean dan Sky, memutuskan untuk turun dari ranjang, mengambil sandal kamar dan pergi keluar kamar menyusuri lorong-lorong menuju sumber suara piano.

Ternyata dugaannya benar.

Di aula puri keluarga Vagano di lantai dasar, seseorang di balik piano besar berwarna putih tampak khidmat memainkan instrumen itu.

Pemuda tampan berambut cokelat panjang di bawah siraman terang cahaya bulan purnama dari jendela besar yang tirainya dibiarkan terbuka. Matanya terpejam dan ia memainkan lagu tanpa melihat buku musik. Sudah sangat hafal, tanpa sedikitpun kesalahan, sangat lancar dan menyentuh penuh ekspresi.

Emily bertepuk tangan kagum.

Ocean mengakhiri lagunya dan berbalik. Ia tersenyum. "Moonlight Sonata dari Beethoven. Lagu yang sedikit menyedihkan namun cocok sekali dimainkan pada malam bulan purnama ini."

Ia berdiri menyambut. "Kau belum tidur? Ini sudah hampir tengah malam, lho."

"Aku baru saja ingin tidur saat lagumu terdengar merayuku untuk datang kemari. Syukurlah aku tidak nyasar." Emily tersipu-sipu. "Hebat. Aku tidak bisa main piano, hanya pernah belajar keyboard saja. Tuts piano terasa sangat berat bagiku."

"Mari duduk bersamaku dan belajar lagu Beethoven yang paling populer dan mudah. Song of Joy."

Mereka duduk berdampingan, belum pernah Emily dan Ocean duduk berduaan serapat ini di bangku yang sama di hadapan piano. Jemari Ocean yang lentik panjang dan besar menyentuh dan membimbing jari-jari lurus mungil Emily bagaikan guru muda yang sabar. Dan pada beberapa nada mata mereka bahkan bertemu. Ruangan besar itu tanpa lampu yang dinyalakan, namun siraman cahaya bulan terpantul di mata biru Ocean seperti menyiratkan sesuatu yang sudah beberapa hari ini hadir di antara mereka.

"Emily, terima kasih ya, kehadiranmu di tempat yang sunyi ini membuat hidup kami berdua, hidupku, kembali bercahaya lagi sepeti bulan yang cerah ini." ujar Ocean tulus di sela-sela permainan piano mereka.

"Sama-sama. Kalian berdua sangat baik, dan khususnya kau.." Emily terdiam.

Tiba-tiba saja Ocean meraih dagu Emily, menarik wajahnya mendekat. Dan bibirnya yang tipis lembut perlahan sekali mengecup bibir gadis itu, yang masih terbengong seakan tak sadar pada apa yang pemuda itu lakukan.

Ehhhhhh...apa-apaan ini...

"Aduh, maaf, maafkan aku!" Ocean tersadar beberapa detik kemudian, menjauh dengan malu-malu. "Aku biasanya tak seperti ini, maaf ya, lupakan, aku bukan cowok yang kurang ajar!" ia tersenyum lebar sekali sambil garuk-garuk kepala seperti cowok di buku komik yang tertangkap basah melakukan kenakalan.

"Oh, tak apa-apa kok, tak usah minta maaf, aku suka..." Emily menjilat bibirnya yang terasa kebas sambil memegang pipinya yang terasa panas. Aroma tubuh Ocean wangi sekali, mungkin wangi parfum white musk. Dan tubuhnya juga sangat hangat. Duh, kok aku jadi deg-degan begini?

Ocean kembali duduk bersama Emily di bangku piano itu. "Lanjutkan lagu ini? Kau hampir bisa kok, tak seberat tadi bukan?"

Malam itu Emily kembali ke ranjangnya dengan perasaan aneh. Ocean mencium bibirku? Apakah ia betulan suka padaku atau hanya karena terbawa romantisme lagu Beethoven?

Sementara itu mereka berdua sama sekali tak sadar akan adanya sosok yang sedari awal mengintai mereka dalam kesunyian dan kegelapan.

Ocean.. Ocean...

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun