Kadang kita sesali dan ratapi
Kata-kata kita seakan tercurah sia-sia
Jatuh satu-satu ke tanah bagaikan biji disemai dan ditinggalkan begitu saja
Tak terbaca, tak diakui!
"Siapa dia, namanya tak ada di mana-mana, mengapa aku harus baca karyanya?"
Hilang tertelan riuh gemuruh dunia
Kalah melawan arus suara-suara
Namun tidakkah kita lupa?
Ucapan-ucapan hanya keras menggema, lalu hilang bersama bayu
Aksara di mana saja, bisa terekam abadi selamanya, takkan pernah layu
Sebab kertas dan layar maya bak lahan subur
Diam-diam kata-kata tumbuh berakar kuat,
Walaupun dunia abai melihatnya,
Diam-diam tumbuh di bawah sinar mentari
Subur meninggi seiring waktu
Akankah bermanfaat?
Tabur tuai nyata adanya,
Apakah kau telah semaikan benih baik
Padi nan menjadi beras nasi
Ataukah ilalang,
Yang melimpah ruah namun kelak tercabut dan terbuang?
Jakarta, 16 Desember 2022.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H