Pandemi Covid-19 di Indonesia seringkali dianggap hampir usai, walaupun masih ada sekian banyak zona merah di Jakarta dan sekian banyak kasus di rumah sakit dan masih bergulirnya angka mortalitas.
Setidaknya sudah banyak penduduk yang lepas masker, lihat saja selebriti yang wara-wiri di televisi. Bahkan di jalan-jalan utama maupun gang sempit Jakarta dan Tangerang.
Sama seperti di angkot yang sering penulis tumpangi setiap hari kerja Senin pagi hingga Jumat sore. Beberapa penumpang telah abai masker dan tidak melakukan prokes dengan benar lagi. Ya, setidaknya jika ada pihak yang berwenang memberi sanksi baru buru-buru pakai masker. Biasa, takut kena denda.
Itu juga jika tidak ketahuan. Itu juga jika pihak berwenangnya tanggap. Itu juga jika mereka masih memberi teladan.
Yang merokok jangan ditanya lagi. Kembali seperti akhir 2019, oknum sopir hingga penumpang santai saja mengebulkan asap bagai cerobong kereta api zaman baheula.
Sayang, momen pandemi selama hampir tiga tahun seakan cepat terlupakan. Padahal kesempatan untuk hidup sehat 'dilatih Tuhan ala militer' pada masa pandemi.
Sekadar berbagi pengalaman, bukan sok-sokan. Selama pandemi, terus terang keluarga dan penulis jadi lebih jarang jatuh sakit. Kok bisa?
Jika dulu pas masuk angin dikit buru-buru kerokan, sekarang karena jaga jarak jadi 'menghindari kerokan' dengan kerabat yang biasa dipanggil ke rumah untuk membantu ( biasa, tetangga 'ahli kerok' dadakan kami).
Jika dulu jarang ganti busana kerja seperti celana panjang, sekarang jadi wajib ganti setiap hari.
Jika dulu malas minum vitamin, sekarang karena jaga kesehatan jadi rajin minum vitamin.