Mohon tunggu...
Wiselovehope
Wiselovehope Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Resesi Seks: "Enak"-nya Mau, "Anak"-nya Tidak?

14 Desember 2022   16:12 Diperbarui: 15 Desember 2022   07:57 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi via Pixabay

Resesi seks sebuah negara kerap dikaitkan dengan semakin banyaknya penduduk yang betah melajang, enggan menikah, hingga enggan memiliki anak. Fenomena ini sudah lama ada di negara maju di mana jumlah penduduk semakin berkurang hingga pemerintah 'panik' jika suatu saat populasi negara akan berkurang.

Namun jika dipikirkan matang-matang, benarkah telah terjadi 'resesi' (gairah) seks? Dalam hal ini, keinginan untuk benar-benar absen dari seks dan segala sesuatu tentangnya?

Hingga kapanpun juga, sesuatu berbau seks dan seksualitas selalu memikat manusia. Tak perlu berpikir yang emoh-emoh dulu, seks bukan selalu mengenai ena-ena dan esek-esek. Bisa saja dalam bentuk sederhana dan umum, misalnya kisah-kisah cinta, lagu-lagu cinta, novel dan roman picisan. Belum tentu mengenai sex to the point, namun selalu diawali dengan ketertarikan pada lawan jenis.

Bagaimanapun, manusia tak bisa lepas dari yang namanya citra ingin dipuja, dicintai dan dijadikan kecintaan seseorang, selalu memiliki ketertarikan kepada lawan jenis (opposite attracts). Buktinya? Banyak sekali. Misalnya saja, hampir semua anak laki-laki di dunia mengenal dan menyukai manga dan komik pada umumnya, apalagi yang ada tokoh wanita cantik berkostum menarik. 

Superhero dan superheroine didandani dan dirancang agar tampil menarik, seksi, cantik dan tampan agar penggemar tertarik. Jangankan Wonder Woman dengan kostum seksi ketatnya, bahkan Superman saja dengan (maaf) posisi cangcutnya yang bikin bingung, 'kok ada di depan/luar?' sudah berhasil membuat tawa sekaligus tanda tanya bagi sebagian besar anak-anak perempuan di zaman kecil penulis.

Di ranah usia yang lebih dewasa, tentu saja ada banyak bukti lainnya. Sejak adanya peradaban manusia, seni lukis, ukiran, patung, candi, sejarah penuh dengan bentuk perwujudan cinta dan seks antara pria dan wanita. Lingga yoni, misalnya.

Jadi sesungguhnya kata resesi seks menurut opini penulis masih agak rancu atau ambigu. Barangkali di sini bukan masalah penurunan gairah, melainkan keengganan memiliki keturunan. Seperti pada judul, enaknya (masih) mau, anaknya tidak.

Selama masih ada segala macam novel instan yang kata-katanya 'panas-panas', webkomik yang gambarnya semok aduhai, anime dan manga beraroma esek-esek, penulis rasa 'sih, resesi 'gairah' seks belum akan terjadi. Selama masih banyak influencer pemersatu bangsa, tentunya kata resesi masih jauh dari Indonesia.

Berkurangnya jumlah penduduk jadi masalah? Barangkali lebih tepatnya, ketidakseimbangan. Misalnya lebih banyak lahir anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dan sebaliknya. Ini yang bisa jadi masalah.

Pemilihan untuk menyendiri atau melajang? Mungkin memang ada teman seusia penulis yang masih betah melajang, namun bisa dihitung dengan jari. Keinginan bersendiri bukan berarti gairah harus berhenti. Selama tidak terlarang, silakan saja menikmati.

Kesimpulannya, selama pencarian gairah tidak berkurang atau malah menjurus ke hal-hal negatif, barangkali 'resesi' tak akan jadi masalah. Semua berpulang pada masing-masing kita, apa yang kita cari dalam hidup ini. Jalani dan lakukan yang sewajarnya, tak perlu khawatir pada resesi apapun termasuk seks.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun