Kadang kita sebagai manusia bingung bagaimana bersikap dengan uang dan utang.
Sebagai manusia yang notabene adalah makhluk sosial, kita seringkali dihadapkan pada dilema yang sama: persoalan keuangan atau persahabatan dan keluarga yang lebih utama.
Uang yang kita peroleh sebagai imbalan atau hasil jerih payah kita seringkali hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi harga kebutuhan, uang sekolah anak semakin hari semakin tinggi melambung. Malah sulit untuk bisa menabung.
Lalu jeng jeng jeng, tak ditunggu tak diundang, datanglah sahabat atau sanak saudara bin keluarga kita yang mungkin sedang dalam keadaaan kesulitan keuangan beragam: anak sakit, ingin menelepon pacar tetapi tidak punya pulsa, bahkan ada yang seperti di sinetron-novel online mainstream; ditagih uang kontrakan/kost tapi sedang tongpes, terancam diusir, ditangkap polisi, digini-gitu, pokoknya terdesak.
Muncullah chat-chat akrab di WA atau di pintu rumah kita, sahabat atau kerabat itu, meminta bantuan kita dengan sebuah atau selaksa janji-janji manisnya. Akan dilunasi bulan depan, pas gajian, pas te-ha-er-an, pas dapat bonus, dapat lemburan, dapat rezeki, pas nanti panen padi dan lain-lain ("Alasan ada satu buku", demikian kata sebuah pepatah).
Kita lalu ikut-ikutan 'oh, gitu ya', bersimpati, merasa kasihan, lalu muncul dilema dalam hati, pergumulan batin, membantu meminjamkan uang alias memberi bantuan berhutang, atau tidak.
Padahal diri sendiri dan keluarga sudah terancam bisa kekurangan uang, kok berani-beraninya atau sok-soknya berinisiatif/ mau jadi superhero sinterklas, memberi pinjaman uang alias utang kepada orang lain?
Belum lagi kadang pengutang kita awalnya baik hati bin manis, eh, pas ditagih atau ditanyakan mengenai pembayaran (yang seringkali tanpa bunga), si pengutang ternyata jauh lebih galak, berkelit, mangkir, atau malah yang menyedihkan, kabur.
"Maaf, nanti ya, besok ya, minggu depan ya, belum ada nih, sabar, uangku juga belum dibayar langgananku, (dan lain-lain.)"
Penulis pernah mengalami hal ini beberapa kali, makanya bisa curhat sekaligus membagi sekapur sirih pengalaman.
Mari kita tak terlalu ingin jadi 'Santa Klaus nan baik hati' atau langsung percaya begitu saja pada janji-janji manis para pengutang. Dan jika sudah terjadi dan pengutang tak juga muncul melunasi, mungkin ikhlas/relakan masih jadi dan harus tetap jadi jalan terbaik. Anggap saja sumbangan/sumbangsih, Yang Maha Kuasa akan menggantikan berapapun dana yang kita sudah lepaskan sebagai pahala kebaikan.
Masih belum sreg, merasa kesal? Bilamana perlu, mungkin bisa kita terapkan prinsip baiklah, beri waktu lagi, tapi jangan dahulu pinjamkan uang lagi jika belum juga dapat melunasi yang lama.
Bukan karena tak ingin bersimpati, namun alangkah baiknya jika sedikit pelajaran diberi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H