cover." Demikian kata pepatah. Sekarang malah banyak calon pembaca menilai buku 'hanya' dari cover-nya (saja).
"Don't judge a book by itsBetul, mungkin kesan pertama ada pada sampul buku. Apalagi pada novel online yang kebanyakan memang mengandalkan 'hidup' dari klik para calon pembaca.
Konon novel online yang laku adalah buku dengan cover atau sampul virtual berfoto atau berilustrasi wanita seksi atau pria berbodi atletis. Plus judul dengan kata-kata mengundang semacam 'gairah', 'ranjang', dan semacamnya.
Saya sebagai penulis fiksi bernuansa 90-an tidak menganjurkan atau mendukung yang semacam itu, silakan saja jika ingin dan memang bertujuan sedemikian dalam literasi. Yang saya ingin bagikan di sini adalah beberapa opini mengenai sampul atau perwajahan buku pada umumnya, offline maupun online.
1. Tak melulu hanya foto atau ilustrasi seksi saja, masih ada banyak obyek atau alternatif lain yang menarik dan juga tidak terkesan terlalu seksi atau seduktif, walau isi fiksi kita berbau erotika sekalipun. Misalnya siluet, bunga, sepatu, dan lain-lain. Jadi, tak perlu ikut-ikutan dengan yang sudah banyak ada. Selain itu, bagi pengguna gratisan, gunakanlah foto atau ilustrasi yang tak memiliki hak cipta atau bebas untuk dibagikan.
2. Keterbacaan nama pengarang serta judul cerita sangat penting. Banyak penulis atau desainer asal saja mempergunakan tipe huruf yang terlalu kriwil, dianggap keren dan nyeni, padahal sulit dibaca. Bukan hanya masalah ukuran (size), pengaturan jarak (spacing) juga sangat penting. Antar huruf dan antar kalimat atas bawah. Tebal-tipis huruf juga perlu diperhatikan.
3. Pemilihan warna dan kombinasi/palet perpaduan warna juga memegang peranan penting. Banyak penulis dan desainer sampul buku asal saja memilih palet warna (asal tabrak) sehingga tak jadi menarik, malah terkesan ramai dan belang-bonteng, tanpa aturan, asal wah saja. Lebih baik jika dikombinasikan dulu sesuai tema, bisa tetap simpel namun enak dilihat. Disarankan agar warna tulisan dengan latar belakang kontras agar tidak menyebabkan calon pembaca kesulitan membacanya. Misalnya latar putih bersih, tulisan merah cerah atau hitam. Latar hitam, tulisan putih atau warna cerah lainnya. Bisa juga merah asal cukup terbaca.
4. White space atau jarak antar obyek juga perlu diperhatikan. Jangan terlalu rapat-rapat, jangan terlalu renggang-renggang. Usahakan agar tulisan dan foto-ilustrasi tidak bertabrakan.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H