Bagi seorang wanita bekerja purna waktu sekaligus ibu rumah tangga dengan dua putra kecil seperti penulis, hidup di dua saja sudah cukup full, penuh!
Dua dunia bukan berarti bergelut di rumah dan di pekerjaan saja, melainkan dunia nyata dan dunia maya.Â
Dunia nyata, tempat kita semua bisa berkumpul dengan keluarga dan kerabat, di rumah dan di kantor. Sudah pasti harus dijalani, tak bisa dipilih. Kita lahir dan hidup secara fisik, bukan tanpa wujud.
Dunia maya, tempat kita berkomunikasi karena keterbatasan waktu, tempat dan sarana untuk bertemu secara fisik. Adanya internet, ponsel, komputer, hingga segala macam gawai berikut perangkat lunak dan aplikasi dianggap mempermudah dan mempersingkat jarak.
Zaman now serba salah dan sulit jika kita berusaha 'berada' di satu dunia saja. Mengapa?
Jika dunia nyata saja kita utamakan, sementara dunia maya kita abaikan, rasanya sekarang sudah tak mungkin lagi. Banyak orang merasa 'kok lebih enak dulu ya, sebelum ada internet!' Apakah Anda mengalami? 'Mau libur medsos, ah. Capek. Makan ati!' atau 'Mau tutup akun, ah!' dan masih banyak lagi alasan undur diri dan say bye-bye. Namun sejam atau sehari atau seminggu, paling lama beberapa bulan pasti akan buat akun baru atau minimal stalking teman.
Mengapa dunia maya sulit ditinggalkan? Jika tidak online beberapa jam saja, kita sudah dicari-cari semua orang. Entah bos, suami, atau sahabat. Dikira ada apa-apa, kenapa-napa (ada masalah), sedang bad mood atau ngambek. Atau ketinggalan info grup WA yang penting-penting jadi ada yang hilang, misalnya jadwal atau info anak-anak (siswa) yang di-share di grup sekolah. Padahal off hanya gara-gara lagi cas hape, lowbatt atau kuota habis.
Apalagi jika misalnya harus hidup di metaverse, dunia virtual baru di mana konon semua hal bisa dilakukan termasuk belajar, jalan-jalan, main game, bahkan bekerja. Penulis belum pernah mencoba metaverse, akan tetapi sepertinya akan ribet jika harus spesial mengenakan perangkat virtual reality dan sebagainya untuk bisa mengakses metaverse.Â
Bayangkan jika kita harus ada/'hidup' di tiga dunia. Tak mungkin pilih salah satu saja. Nyata saja, zonk. Maya saja, nyata terbengkalai. Rumah berantakan. Pekerjaan penulis yang tentu saja belum bisa maya, keteteran.
Apalagi jika nanti kita tidak hadir di metaverse, nanti dikira kita somse, ngambekan atau malah sama seperti di dunia maya, akan ada masa di mana kita letakkan gawai dan mau healing aja.
Bukan menolak, pesimis atau kurang suka. Teknologi ini sangat menarik dan bisa jadi kelak sangat membantu. Tapi etapi, rasanya 'sih, penulis belum bisa jika kelak cepat-lambat kita harus eksis dan 'hidup' di tiga dunia, bagaimana dengan Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H