"Pedagang kaki lima disayang, pedagang kaki lima dilarang, pedagang kaki lima ditendang, pedagang kaki lima kembali datang. Sebuah drama nyata yang terus berulang."
Penulis sering lewat di sekitar Jalan Karya Jakarta Barat di mana beberapa PKL alias Pedagang Kaki Lima mangkal. Ada warteg, ada pertamini, ada tukang tambal ban, ada penjual nasi uduk. Beberapa minggu atau bulan, petugas datang menertibkan sehingga terjadi adegan kucing-kucingan. Baru menyingkir beberapa hari, mereka pasti muncul kembali.
Sebenarnya keberadaan mereka masih dibutuhkan, katakanlah jika tiba-tiba sepeda motor mogok, ban bocor, di mana lagi bisa nambal ban atau betulkan mesin jika tidak di tukang tambal ban terdekat?
Akan tetapi keberadaan mereka juga jadi dilema. Menghuni bahu jalan hingga membuat pejalan kaki tidak bisa lewat leluasa dan aman. Padahal kendaraan bermotor tanpa pelat sering lewat kebut-kebutan. Apa lagi namanya jika tidak membahayakan? Belum lagi jika turun hujan deras dan terjadi banjir, bukankah saluran air yang tepat berada di bawah bahu jalan juga seyogyanya tidak terhalang?
PKL memang harus tertib jika tak mau ditertibkan, akan tetapi bukankah akan lebih baik jika ada sosialisasi plus solusi yang diberikan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H