Status lajang alias jomlo hingga kini masih jadi momok bagi banyak orang Asia, khususnya Indonesia. Teman seumuran penulis yang sudah sama-sama balita (bawah lima puluh tahun) hingga kini masih terus diulik dan diusik keluarga dan lingkungan pergaulan sekitarnya. Padahal dia gadis biasa saja, happy-go-lucky, masih betah jadi ibu bagi beberapa anabul, anjing dan kucing yang lucu-lucu.
Lajang malu nonton sendirian. Malu muncul di pesta kenalan. Malu datang ke acara reuni. Akhirnya, lajang akan terus menutup diri.
Akhirnya muncul beberapa alternatif modern seperti jasa sewa pacar, pacar halu/bot lewat aplikasi yang seolah bisa diajak chatting, kecanduan pada aneka fanfict yang terlalu halu hingga yang tingkat ekstrem seperti berpacaran/menikah sungguhan dengan tokoh-tokoh game dan anime seperti banyak terjadi di Jepang.
Sebetulnya, tak ada yang salah saat status masih belum beranjak dari kata lajang. Mengapa?
1. Lebih baik tidak buru-buru berhubungan dan berkeluarga apabila memang belum menemukan pasangan yang tepat.
2. Daripada memaksakan diri untuk berpasangan tanpa rasa, lebih baik tetap bersendiri. Jika belum siap untuk berenang, jangan sekali-kali ceburkan diri ke kolam, sekalipun airnya tenang.
3. Semua insan memiliki jalan ninja (garis hidup/takdir) masing-masing, jadi tidak bisa serta-merta disamakan/dipatok dengan batasan-batasan usia, tradisi dan kebudayaan.
Jika tetap memaksakan diri untuk berpasangan, sudah kita ketahui secara umum bahwa lebih banyak hal negatif dapat terjadi. Ketidakcocokan, pertengkaran, bahkan perceraian. Sudah banyak kejadian baik di ranah selebriti maupun di sekitar kita.
Jadi, nikmati saja status lajangmu dan tetaplah aktif, berusaha mencari. Niscaya Tuhan akan mempertemukan dengan yang tepat pada waktu-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H