Apa itu fiksi mainstream? Seperti halnya istilah Mainstream yang artinya sesuatu yang sudah biasa dan tak lagi segar, fiksi mainstream adalah entah cerpen atau novel yang bertema seperti kebanyakan pembaca dan penulis sudah pernah baca dan tuliskan hingga menjadi biasa-biasa saja.
Contohnya banyak  sekali. Tema cinta monyet, poligami, perselingkuhan, rudapaksa, KDRT, orang miskin versus orang kaya, dan nikah terpaksa hingga akhirnya jatuh cinta. Herannya, hampir semua sama atau bisa ditebak ending-nya. Entah jadi happily ever after atau malah kena azab.
Herannya, genre seperti inilah yang paling disukai pembaca dan penulis, khususnya di Indonesia. Mengapa 'sih orang masih suka pada yang sudah biasa? Penulis biasanya beralasan begini :
1. Â Tema Mainstream jauh lebih laku.
Khususnya bagi yang berorientasi pada pendapatan atau keuntungan.
2. Tema Mainstream lebih mudah ditulis.
Sangat banyak cetak biru atau contohnya, seperti novel pop, drama Korea, drama Mandarin, telenovela, apalagi sinetron.
Dan mengapa pembaca masih mencarinya?
1. Pembaca suka dan mencandu pada hal-hal yang mencerminkan penderitaan orang lain yang sering tergambar dengan baik di fiksi mainstream.
2. Pembaca tak mau ribet atau repot. Daripada berusaha mencari lagi kisah yang baru, yang ada saja dibaca - mungkin begitu pemikirannya.
3. Pembaca hanya ikut-ikutan saja. Di halaman awal terhidang apa saja yang kelihatannya banyak yang baca, lalu ikut-ikutan baca.
Sudah saatnya kita sebagai penulis dan pembaca berusaha mengubah mindset dan kebiasaan ini, karena terjebak pada arus mainstream takkan pernah menghasilkan kreativitas dan juga lama-kelamaan akan menjadi sesuatu yang jenuh dan membosankan.
Bacalah dan tuliskanlah sesuatu yang unik, orisinal dan anti mainstream. Tidak seberapa susah. Saran saya sebagai penulis lama tapi baru dan baru tapi lama adalah :
1. Kawinkanlah berbagai tema. Jangan terpaku hanya pada romance saja, misalnya. Bisa kok, kita menjadikan satu paket dengan misteri. Misalnya seperti tulisan saya berjudul Cursed : Kutukan Kembar Tampan.
2. Jangan terpaku pada tren yang viral atau yang sudah ada. Misalnya melihat kisah drama Korea itu seru lalu mencoba meniru. Takkan pernah bisa sama, sebaiknya kita coba rasa Indonesia saja atau buatlah negara imajinasi sendiri. Sebagai contoh : Dunia tulisan saya bernama Ever, dengan negara berawalan Ever. Jadi takkan pernah atau ada klaim bahwa data ini  plagiat atau itu adalah salah atau tak akurat, sebab semua setting terjadi di dunia saya sendiri.
3. Carilah bacaan yang segar dan lain dari biasanya. Jangan mau jadi pembaca yang didikte oleh pembaca lain, carilah selera Anda sendiri. Ibarat memilih makanan, apakah Anda mau ikut-ikutan makan begitu saja, apalagi  dicekoki orang lain? Tentunya tidak mau, 'kan?
Salam, Wiselovehope.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H