Selama kurang lebih dua bulan mencoba menulis di beberapa platform novel online, saya menemukan beberapa hal yang menarik. Ternyata para penulis novel (Author) yang banyak dibaca dan dicari pembaca bukan mereka yang menulis dengan indah dan menarik, melainkan mereka yang berani menulis hal-hal yang disukai publik, walaupun topiknya sangat umum, murahan dan nyeleneh.Â
Pun bahasa dan kata-kata yang digunakan, jujur saja, sangat tak elok dibaca dan dipandang, makanya saya pribadi memilih menghindari yang semacam itu, walau hanya sekedar membaca dan memberikan like atau vote atau suka saya, sejujurnya belum tentu saya betul-betul suka. Hanya sekedar like for like atau berbalas suka saja.
Mengapa? Mungkin karena sesungguhnya menulis dengan format dan gaya demikian tak sesuai dengan hati nurani saya sebagai sesama penulis. Karena itu saya menuliskan artikel ini, dengan maksud mencoba mengubah mindset kita sebagai penulis dan pembaca agar mau belajar untuk menjadi anti mainstream.
Sudah sangat banyak cerita baik kisah nyata maupun fiksi di televisi, film, maupun buku-buku murahan yang menggambarkan manusia sebagai makhluk yang sangat lemah, baik dalam hal seksual maupun dalam hal kekuasaan.Â
Jadi dengan mengulang dan menulis hal-hal demikian, mungkin akan meningkatkan view dan pendapatan Anda secara signifikan, namun di sisi lain, sebenarnya hal-hal yang ada itu sudah sangat klise, melelahkan, dan basi. Tapi heran ya. Mengapa tetap ada pembaca?Â
Karena fantasi mereka sudah terbiasa dibuat penasaran dan geregetan para orang yang memperkosa, mendominasi, berselingkuh, atau melakukan hal-hal yang melecehkan seperti KDRT, menyiksa anak istri dan sebagainya.
Mari kita sesama penulis dalam genre apapun belajar untuk menulis topik lain yang lebih cerdas. Sangat banyak topik yang masih bisa dibahas selain segala yang sudah menjadi basi tersebut, walaupun tentunya takkan pernah berkurang peminatnya. Maklum, candu ;)
Tentu saja aroma seksualitas adalah bumbu yang menarik, dimana saya juga sering memberikan sebagai pemanis. Tapi tentu saja tanpa kata-kata tiga huruf X alias kata-kata kotor. Sebab selain akan berkesan murahan dan tak ada bedanya dengan stensilan yang dijual di Pasar Senen Jakarta di Era Orde Baru
Walaupun seandainya saya bisa atau sudah menjadi seorang penulis kontrak alias berbayar yang 'best seller', saya takkan bangga dengan pencapaian tersebut. Bahkan saya akan merasa sangat malu. Karena saya tak bisa memilih kata-kata yang cerdas. Karena saya hanya ingin membuat pembaca (maaf) turn on untuk membaca lebih lagi.
Juga perlu kita perhatikan mengapa sangat banyak imitasi-imitasi dan fantasi drama Korea dimana tak ada hal segar di sana kecuali cerita fan fiction atau mengarah ke peniruan yang tak bermutu. Akan jauh lebih baik bila para author atau penulis mencoba menggali hal-hal baru yang lebih segar daripada sekedar menirukan skenario drakor atau film Asia lainnya.
Seperti saya mencoba untuk menulis berdasarkan apa saja yang menyangkut di kepala, berdasarkan pengalaman pribadi, hanya diberi pemanis dan tentu saja pemilihan kata, sebagai seorang penulis yang juga suka menikmati karya sendiri, sangat penting.
Ibarat memasak, lebih baik kita menggunakan bahan homemade yang tak gurih-gurih amat tapi sehat dan bergizi tinggi, daripada mengolah masakan berpenyedap rasa yang enak lezat dan disukai banyak orang, tetapi ujung-ujungnya membawa efek bagi kesehatan.
Biarlah tak banyak yang menyukai dan membaca karyaku, asal saya bisa mencurahkan semuanya, tentunya dengan seelegan dan seorisinal mungkin.
Salam, Wiselovehope.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H