Bu guru, pak guru, yang kami hormati selalu. Sedikit curhat berbagi, jika Anda izinkan. Mohon maaf sebelumnya bila ada kekurangan dalam analisa ini, sebab saya sebagai penulis  sesungguhnya sangat tak berbakat menjadi guru yang baik.
Selama PJJ yang hampir berlangsung selama setahun belakangan ini, kita semua sebagai ortu maupun guru sudah berusaha keras untuk mendidik anak-anak sesuai kurikulum dan mendapat pendidikan 100 persen sesuai dengan yang diajarkan di ruang kelas secara langsung pada umumnya.
Ada beberapa sisi positif PJJ atau Pelajaran Jarak Jauh ini,Â
1. Kita orangtua jadi lebih mengerti teknologi. Dari yang tak ngeh apa itu Zoom, Google Classroom, dan lain-lain jadi bisa mencoba.
2. Kita lebih dekat dengan anak dikarenakan setiap hari kita wajib memantau mereka. Jadi bila sebelumnya kita sebagai orangtua sedikit kurang memperhatikan dimana kelemahan anak kita, sekarang semuanya ketahuan.
3. Dan tentu saja kita merasa lebih aman karena tak mengadakan social gathering, dimana pandemi virus Corona masih melanda sehingga tatap muka belum bisa dilakukan dengan hati tenang, tanpa perasaan was-was.
Sampai di sini sepertinya Anda sudah sering membaca poin-poin di atas dan terasa umum dan sudah biasa?
Tapi ada juga sisi negatif PJJ, di sini ada beberapa poin yang berbeda dari artikel-artikel tulisan siapapun yang mungkin pernah Anda baca, mohon disimak sampai selesai, ya pak, bu.Â
1. Anak-anak tak bisa dibiarkan selalu mendapat akses internet dan gawai, karena anak-anak yang masih muda (TK, SD dan SMP) belum bisa mengendalikan waktu dan juga kebiasaan memelihara mata dengan baik.
2. Karena ada kemungkinan orangtua kedua-duanya bekerja, jadi ada beberapa anak walaupun bukan mayoritas, yang hanya bisa mendapatkan akses pendidikan di malam hari, saat orangtua sudah pulang dari tempat bekerja / kantor. Contohnya adalah anak-anak kami. Mereka tak bisa mengikuti zoom atau Google Meet pada Senin-Jumat, karena kami tak bisa memberikan ponsel/tablet/komputer kepada mereka. Sehari-hari mereka diasuh oleh neneknya yang belum mengerti sepenuhnya tentang teknologi.
Catatan pribadi penulis: Kita tak bisa serta-merta menyalahkan orangtua kita (nenek-kakek) "mengapa sih mama/papa tak mau belajar mempergunakan gawai?" Dan tentunya tak bisa memaksa mereka juga. Karena tak semua orang merasa nyaman dan juga memilih untuk mengikuti perkembangan teknologi, terutama bagi mereka yang kurang bisa membaca atau lebih memilih segala sesuatu yang tradisional. Jadi, kami sebagai orangtua hanya bisa pasrah saja, ya, pak dan ibu guru, mohon maaf bila anak-anak kami absen zoom di pagi hari.
3. Adakah anak yang nilainya selalu bagus atau sempurna dibanding anak-anak lainnya? Bapak dan ibu guru dimohon jangan terlalu senang dulu, karena belum tentu karena anaknya cerdas, selalu ada kemungkinan untuk menyontek pelajaran dimana tentu Anda tak punya akses CCTV untuk memantau ulangan anak-anak di rumah. Jadi mungkin tidak, orangtuanya yang membuatkan? Hanya sekedar masukan, bukan sebuah tuduhan ;)
4. Anak-anak yang ditinggalkan / diberi gawai oleh orangtuanya bisa saja meninstal game online atau aplikasi lain yang tak berhubungan dengan pendidikan di gawai mereka. Dan yang lebih gawat lagi, bila mereka bisa menonton Youtube dengan bebas. Belum lagi bila mereka sampai mendapatkan akses ke video asusila dan hal-hal lainnya, sebab google tentu saja tak bisa memblokir segalanya.
5. Satu gawai tak mungkin cukup untuk anak yang lebih dari seorang, jadi daripada berebutan, lebih baik bersama-sama secara bergantian di malam hari. Maka jika pengumpulan agak terlambat, harap maklum ya, pak, bu guru.
Ingat, anak-anak masa kini lebih kritis dan melek teknologi dibandingkan kita generasi 90'an. Meninggalkan gawai sendirian bagi mereka, meski kita ada di rumah, adalah sebuah pertaruhan.
Kiranya sampai di sini bapak dan ibu guru, para pemerhati pendidikan, kepala-kepala sekolah, bisa dapat sedikit saja masukan sedikit berbumbu pedas (atau malah enak?) dari orangtua yang sedikit kepo seperti saya, dan apabila ada salah kata mohon dimaafkan. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H