Kali ini bukan istilah Alkitabiah "Bagai Domba diutus ke tengah kawanan Serigala", tapi Serigala di tengah Domba. Lho, kok bisa? Bukan hanya tentang orang yang pura-pura baik seperti istilah yang hampir serupa, "Serigala Berbulu Domba" seperti ilustrasi di atas, ya.
Jadi, siapa sih serigala di tengah domba? Kurang lebih ada peribahasa Indonesia yang mirip sekali maknanya, "Karena nila setitik rusak susu sebelanga."
Adalah terkisah sekelompok guru atau pengajar agama kepada anak-anak. Mereka baik hati, tulus, penuh kasih dan benar-benar memiliki niat melayani Tuhan. Orang yang tak mereka kenal, yang bukan umatnya, di sekitar tempat ibadah pun mereka sapa dan salam. Jadi walau tak berkhotbah, tak berdakwah, mereka menunjukkan terang.
Tapi seperti sekumpulan orang biasa manapun di dunia ini, tentunya ada satu dua yang tak bisa seperti rekan-rekannya itu. Dengan cueknya, kalau tidak dengan angkuhnya, mereka diam saja. Tak ada barang seulas senyum. Padahal entah salibnya besar-besar terpasang di dada, atau kopiah dan hijabnya terpajang mentereng di kepala, tasbihnya besar-besar di tangan, dan semacamnya.
Orang seperti inilah, yang walau tidak jahat, tidak bersalah, bahkan mungkin kalau bisa terlihat, ada 'halo' di kepalanya, sekilas yah terkesan baik tulus dan innocent seperti domba.Â
Namun ketidakpedulian mereka, seakan memadamkan sinar orang-orang lain yang peduli. Dalam arti lain, citra kelompok yang telah baik, hanya gegara muka yang asam, pembawaan tak ramah, atau cara jalan petantang-petenteng bagai centeng, semua bisa hancur dalam sekejap. Paling tidak, di mata yang merasa. Yang peka.
Jadi, siapakah kita, apakah domba atau serigala? Syukurlah bila kita tak jadi seperti serigala di atas, sehingga citra komunitas, kelompok atau perkumpulan kita utuh indahnya, tak diam-diam tercoreng di mata satu orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H