Satu lagi yang masih terngiang, Â status Facebook Sahat, asal Sumatera Utara (2016) yang mengubah Pancasila jadi Pancagila.
Dalam status Facebook-nya, Sahat menulis "Pancagila" dilengkapi dengan definisi sebagai berikut:
1. Keuangan Yang Maha Kuasa.
2. Korupsi Yang Adil dan Merata.
3. Persatuan Mafia Hukum Indonesia.
4. Kekuasaan Yang Dipimpin oleh Nafsu Kebejatan Dalam Persengkongkolan dan Kepurak-purakan.
5. Kenyamanan Sosial Bagi Seluruh Keluarga Pejabat dan Wakil Rakyat.
Kabar terakhir, Sahat dibebaskan dari kasus ini. Ada pula satu kasus Pancagila lainnya dengan pelaku GP dari Kalbar (2019) yang kabarnya diamankan polisi.
Menilik aneka kasus di atas dengan penyelesaiannya yang beraneka ragam entah memuaskan semua pihak atau tidak, pada akhirnya, Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa dan dasar negara memang tak selayaknya dipergantikan atau diparodikan seenaknya. Lagipula, sudah berpuluh tahun lamanya Pancasila berhasil menjaga keharmonisan negeri ini dengan segala agama, suku, ras dan kebudayaannya. Setiap kata yang tersusun tentunya telah terpilih dengan sangat hati-hati dan teliti. Jadi, masihkah kita perlu memperdebatkannya, apalagi menjadikannya sebagai bahan sindiran atau plesetan?
Dengan alasan apapun, kita patut kawal Pancasila dan melaksanakannya dengan penuh syukur dan keluhuran, bukannya memutar balik kata apalagi menjadikannya sebuah meme atau dagelan. Jangan sampai kalah dengan anak kelas satu SD yang menghafalkannya dengan susah payah sampai ngelotok, terutama sila keempat yang panjang itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H