Begitu buka aplikasi obrolan Whatsapp, apa yang pertama kali biasanya Anda lihat? Pasti judul atau status, apalagi yang ada gambar atau fotonya.
Sungguh menarik membaca atau melihat status Whatsapp teman-teman saya, baik yang saya kenal langsung maupun yang hanya begitu-gitu saja seperti teman sekolah lama, teman kantor, atau  sekedar teman main game yang belum pernah kita jumpai di real life. Yang paling menarik bila mereka mengutip ayat, atau lagu religi, atau rohani.Â
Kadang, tangkap layar berisi syair atau lirik lagu yang sangat indah dan menyentuh, yang bisa meneteskan air mata jika dinyanyikan di dalam gedung ibadah pada hari keagamaan tertentu, kebaktian, pengajian, dan lain sebagainya. Kadang juga dalam kesehariannya pun mereka mengenakan atribut keagamaan tertentu yang tentunya bisa dilihat semua orang.
Hal tersebut sebetulnya tak salah, toh, simbol-simbol agama adalah hak asasi dan identitas semua manusia. Yang lucu, menarik dan ironis, dalam keseharian mereka belum tentu menjalani atau melakukan seperti apa yang mereka tulis, mereka cantumkan, atau mereka dengarkan.
Misalnya, rekan kerja yang bawa kendaraan bermotor, pura-pura tak melihat atau bablas lewat saja bila ada teman yang butuh tumpangan, padahal mereka searah dengan kita baik waktu pergi ataupun pulang dari tempat pekerjaan. Apalagi saat malam atau banjir, entah sengaja atau tak sengaja, wahaulalam. Atau tiba-tiba muncul di chat tanpa angin tanpa hujan mengemis-ngemis pulsa, bahkan pinjam dana, akan tetapi pas ditagih susahnya minta ampun dan mohon pengunduran waktu dengan segala macam alasan .
Sungguh munafik atau hipokrit, bila seseorang berlagak baik di media sosial namun dalam kesehariannya tak ada kasih dan kepedulian barang setetespun dalam hidup mereka. Mereka mungkin pura-pura lupa, atau tidak tahu, atau tidak mau tahu, tentang orang yang memiliki permasalahan pribadi dengan mereka. Mencoba menutupi dengan status yang baik dan indah-indah, seolah-olah mereka sungguh berpikiran baik dan positif. "Pencitraan" kalau kata orang-orang.
Tentu saja, tidak semua pengguna Whatsapp begitu, akan tetapi alangkah lebih baik dan arif bila tidak menonjolkan diri dengan hal-hal berbau keagamaan hanya demi terlihat ikut-ikutan kampanye moral positive thinking atau berharap (baca: berlagak) segalanya baik-baik saja. Bereskan terlebih dahulu semua masalah, baik hutang uang maupun hutang budi, sebelum menjerit-jerit di status tentang bagaimana baiknya diri Anda, atau bagaimana Anda susah payah "mencari" Tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H