Maka, itulah yang harus dilakukan si burung gereja. Â Jika itu musababnya mati.
Atau kemungkinan kedua matinya burung itu adalah ia kehausan, kemudian mencoba meneguk air dari bak. Ia bertengger di pinggir bak, lalu karena jarak permukaan air dengan pinggiran bak terlalu jauh, ia mencoba minum sambil terbang rendah di atas air. Tak kuat menahan lelahnya kepakan sayap sambil menyorongkan paruh ke air, ia pun terjatuh. Berkecipak meronta ingin terbang. Namun bulu-bulu yang basah membuatnya tak kuat mengangkat rangka sayap. Akhirnya terjebaklah ia dalam air. Air yang pada awalnya amat ia butuhkan.
Hfff...
Aku terpikir lagi. Jika memang itu penyebab kematiannya, betapa bodohnya ia. Aku rasa manusia juga banyak yang seperti itu. Menginginkan sesuatu, lalu bertindak tanpa akal panjang untuk mendapatkannya.
Merasakah? Akui saja. Dulu saat kecil itu yang sering aku perbuat. Dan berkali-kali akhirnya terjerembab seperti burung itu. Lalu berkali-kali pula tak jera mengulanginya. Mungkin akalku saat itu masih pendek. Masih bisa dijengkal tangan kalau kata Mamaku. Namun untungnya, sekarang itu sudah tak pernah terpikirkan lagi. Tak akan aku mau seperti itu lagi.
Benarkah? (Ini suara nuraniku). Padahal baru semester lalu kau melakukannya.
Benarkah? Itukah menurutmu yang aku lakukan?
Ya. Bukankah kau juga menyadarinya? Tidakkah kau pernah membaca kitab suci? Ada banyak peringatan tentang itu.
...
Akui saja.
...