Mohon tunggu...
Randi MU
Randi MU Mohon Tunggu... -

hanya ingin menyelesaikan misi hidup dimuka bumi ini, tak peduli apakah benar atau salah dimata manusia, karena hanya Allah yang berhak menilai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Klarifikasi dan Bantahan Atas Beredarnya Isu Usia Umat Islam

28 Februari 2017   20:57 Diperbarui: 1 Maret 2017   06:00 41983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhir-akhir ini pengguna dunia maya atau netizen dibuat gempar atas beredarnya sebuah tulisan melalui media sosial yang mengatakan bahwa usia Islam tidak akan sampai 1500 H. Sontak saja isu tersebut pun membuat heboh khususnya dikalangan umat Islam. Tidak diketahui secara pasti siapa sumber awal yang menulis tulisan tersebut, namun tulisan tersebut sudah tersebar luas tidak hanya di media sosial namun juga blogger Islami. Bahkan komunitas Islam dan para Muballigh kelas teri di akar rumput pun ikut memperluas edaran tulisan tersebut dengan men-share melalui akun-akun pribadi mereka, karena dianggap sebagai informasi yang urgent. Untuk lebih meyakinkan para pembacanya, tulisan tersebut pun dibumbui dengan data yang dianggap fakta dan ilmiah, agar lebih mudah untuk menggiring opini masyarakat khususnya umat Islam. Namun pertanyaanya adalah, apakah informasi yang disampaikan dala tulisan tersebut benar? Apakah data yang disajikannya akurat dan benar-benar fakta? Lantas bagaimana pula tinjauan syari’at memandang isi tulisan tersebut? Disini penulis akan mencoba mengklarifikasi tulisan tersebut dengan menggunakan data dan fakta Ilmiah dan disertai dengan dalil-dalil/nash yang maqbulah.

Penulis akan mencoba mengklarifikasi isi tulisan tersebut secara berurutan sesuai dengan rentetan yang ada dalam tulsan tersebut beserta kritik terhadap hadis-hadis yang dinukilkannya. Awalnya penulis sebenarnya tidak tertarik untuk mengkaji dan mengklarifikasi isu tulisan tersebut, karena penulis beranggapan bahwa tulisan tersebut hanyalah mencari sensasi belaka yang sore harinya pastilah sudah basi. Namun kenyataan justru malah sebaliknya, isu tersebut malah kian merebak bahkan semakin dinikmati pula oleh para muballigh tanpa adanya proses cek & ricek(tabbayun) terlebih dahulu.oleh sebab itu penulis merasa berkepentinga untuk memberikan sebuah klarifikasi terhadap isi tulisan tersebut sebagai bentuk tabbayun. Penulis ingin melampirkan isi tulisan tersebut sebelumnya, namun karena isinya terlalu panjang sepanjang tulisan saya ini juga nantinya, maka tidak saya lampirkan. Tetapi meskipun tanpa melampirkan isi tulisan tersebut pembaca tentulah sudah mengetahui isinya, karena sudah beredar begitu luas di dunia maya.

Isi tulisan tersebut di awali dengan pernyataan bahwa bumi ini terbagi atas 5 zaman, yaitu zaman nubuwah (kenabian), zaman khilafah minhaj ala nubuwah (khulafaur rasyidin), zaman al-Mulk (dinasti), zaman jababira (kemaksiatan dan kedzhaliman (tulisan tersebut mengatakan bahwa sekarang kita hidup dizaman ini)), dan zaman Khilafah II. Secara jahir, Islam baik itu Al-Qur’an maupun Hadits tidak ada yang menjelaskan tentang tahap pembagian zaman ini, namun penulis menemukan sebuah hadits yang secara matan (redaksi) mirip dengan pembagian zaman seperti yang ada dalam tulisan tersebut. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Hudzaifah r.a dengan teks lengkapnya:

حُذَيْفَةُ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا، فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ يَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً، فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللهُ أَنْ تَكُونَ، ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا، ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ نُبُوَّةٍ ” ثُمَّ سَكَتَ، قَالَ حَبِيبٌ: ” فَلَمَّا قَامَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ، وَكَانَ يَزِيدُ بْنُ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ فِي صَحَابَتِهِ، فَكَتَبْتُ إِلَيْهِ بِهَذَا الْحَدِيثِ أُذَكِّرُهُ إِيَّاهُ، فَقُلْتُ لَهُ: إِنِّي أَرْجُو أَنْ يَكُونَ أَمِيرُ الْمُؤْمِنِينَ، يَعْنِي عُمَرَ، بَعْدَ الْمُلْكِ الْعَاضِّ وَالْجَبْرِيَّةِ، فَأُدْخِلَ كِتَابِي عَلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ فَسُرَّ بِهِ وَأَعْجَبَهُ ” [رواه أبو داود الطيالسى و أحمد و اللفظ له و البزار و الطبرانى]

Artinya: “dariHudzaifah r.a ia berkata,Nabi saw bersabda, Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendakAllah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendakmenghapusnya. Setelah itu, akan datang masakhilafah‘ala Minhaaj al Nubuwwah;dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Iaberkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang kepada kalian, masa rajamenggigit (raja yang dzalim), dan atas kehendak Allah masa itu akan datang.Lalu Allah menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akandatang masa raja diktator (pemaksa); dan atas kehendak Allah masa itu akandatang; lalu Allah akan menghapusnya jika berkehendak menghapusnya. Kemudian,datanglah masa Khilafah ‘ala Minhaj al-Nubuwwah. Setelah itu, beliau diam.” Ketika Umar bin Abd Aziz menjadi pemimpin dan Yazid bin Nu`man bin Basyir menjadi temannya, maka aku menulis surat kepadanya dengan hadis ini, aku ingatkan dia dengan hadis ini. Aku katakan kepadanya, sesungguhnya aku berharap ia yakni Umar (ibn Abdul Aziz) menjadi Amirul Mukminin setelah raja yang lalim dan diktator. Surat ku ini disampaikan kepada Umar bin Abd Aziz, lalu beliau pun merasa gembira dan tertarik padanya [HR Abu Dawud, Ahmad, al-Bazzar dan al-Thabrani].

            Hadits ini di Takhrijkan oleh empat perawi hadits, yaitu Abu Dawud, Ahmad, al-Bazzar dan ath-Thabrani dan secara sanad terbagi melalui dua jalur periwayatan. Jalur pertama yaitu melalui ath-Thabrani dan jalur kedua melalui Abu dawud, Ahmad, dan al-Bazzar yang bertemu pada rawi bernama Dawud ibn Ibrahin al-Washity. Pada jalur ath-Thabrani terdapat dua perawi yang menjadi problem Hadits, yaitu Habib ibn Abi Tsabit dan laki-laki dari Quraisy yang tidak tercatat namanya. Sosok Habib ibn Abi Tsabit memang dinilai sebagian ulama sebagai perawi yang Tsiqah (kredibel), namun ada juga sebagian kecil ulama seperti Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban yang menjulukinya sebagai Mudallis (orang yang suka menyembunyikan kecacatan Hadits), bahkan sering meriwayatkan Hadits secara terputus. Seperti yang ia lakukan pada Hadits ini, Habib ibn Abu Tsabit menerima Hadits dari laki-laki Quraisy yang merupakan perawi sebelum habib. Oleh Habib hanya disebutkan bahwa ia menerima Hiadts ini dari seorang laki-laki dari suku Quraisy tanpa menyebutkan namanya. Dalam ilmu Hadits, perawi semacam ini disebut Mubham (tidak tercantum rawi dalam sanad), hukum perawi yang Mubham adalah tertolak dan haditsnya otomatis menjadi Dha’if (lemah).

            Jalur sanad selanjutnya yaitu Abu Dawud, Ahmad, dan al-Bazzar, jalur ini merupakan jalur terpisan dari ath-Thabrani. Problem sanad Hadits ini terletak pada perawi yang bernama Dawud ibn Ibrahim al-Washity (DIW) yang merupakan perawi sebelum Abu Dawud. Abu Dawud yang menerima Hadits ini darinya menilai bahwa DIW adalah orang yang Tsiqah (kredibel), namun perlu diketahui bahwa Abu Dawud hanya menerima satu Hadits saja yang diriwayatkan oleh DIW, sosok perawi DIW ini sama sekali tidak tercatat dalam kitab-kitab induk Hadits muktabar manapun, kecuali Ahmad ibn Hambal dan yang juga menerima Hadits ini juga dari Abu Dawud. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengapa ulama-ulama Hadits terkemuka selain Abu Dawud tidak meriwayatkan satupun Hadits dari DIW? Apakah mungkin seumur hidup DIW hanya menghafal satu Hadits saja sehingga hanya itu saja yang dapat dia berikan kepada Abu Dawud? Sementara syarat perawi agar diterima salah satunya harus ya’ruf (dikenal) dan bukan Mastur (asing). Menurut Muhammad Rofiq Muzakkir, Lc, MA, seorang alumnus Universitas Al-Azhar Mesir, berdasarkan penelitian beliau mengatakan bahwa terdapat beberapa orang dengan nama Dawud ibn Ibrahim yang hidup se-zaman dengan Abu Dawud, dan beliau menduga kuat bahwa sosok perawi DIW yang terdapat dalam sanad Hadits tersebut ialah Dawud ibn Ibrahim yang merupakan seorang hakim di kota Qazwin (sekarang Provinsi di Iran). Menurut penelitian M. Rofiq, sebagian ulama menilai bahwa hakim tersebut adalah seorang Kadzdzab (pendusta).

            Nah, dari penjelasan penulis diatas maka dapat disimpulkan bahwa Hadits diatas mengalami sejumlah problem pada perawinya meskipun secara jumlah jalur sanadnya mencapai derajat Ahad. Maka jelaslah bahwa Hadits yang digunakan untuk mengklasifikasi pembagian zaman seperti yang ada pada tulisan tersebut sama sekali tidaklah Shahih. Bahkan sebenarnya tulisan tersebut juga sama sekali tidak mampu menunjukkan dalil-dalil yang menguatkan pernyataannya tentang pembagian zaman-zaman itu, justru saya selaku penulis yang mengklarifikasi bukan hanya menampilkan landasan yang dijadikan dalil oleh tulisan tersebut, tetapi juga menerangkan kualitas Hadits tersebut. Tidak hanya disitu, tulisan tersebut juga mengatakan bahwa di akhir zaman nanti akan muncul sesosok pemimpin yang akan memimpin dan mempersatukan Umat Islam di seluruh dunia dengan adil yang dijuluki sebagai Imam Mahdi. Disini penulis ingin membahas sebentar mengenai keyakinan umat Islam akan kedatangan Imam Mahdi di akhir zaman. Perlu diketahui bahwa asal-usul berkembangnya paham tentang Imam Mahdi ini berasal dari kalangan Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Atsariyah. Menurut pemahaman Syi’ah, pada akhir zaman akan muncul seorang Khilafah yang adil dari keturunan Ali bin Abi Thalib r.a yang akan berkuasa diseluruh dunia Islam.

            Keyakinan seperti ini awalnya merupakan rekayasa dan strategi Syi’ah Imamiyah untuk mengimbangi Dinasti Umayyah yang memerintah dengan penuh diskriminasi terhadap kelompok Syi’ah ini. sembari menunggu munculnya kelompok Syi’ah ini, untu sementara dunia ini dipimpin oleh tokoh spiritual Syi’ah yang tak kasat mata (Rijalul Qhaib) yang terdiri dari seorang Quthub yang dijuluki sebagai Insan Kamil. Dengan mudah dapat dibantah bahwa pemimpin spiritual batin yang tidak kasat mata itu pada hakikatnya tidak ada, itu hanya imajinasi orang Syi’ah dan tidak sesuai dengan aqli (nalar) dan naqli (nash). Bahkan menurut Ibnu Khaldun, bahwa cerita akan adanya kedatangan Imam Mahdi sangat simpang siur sumbernya dan tidak jelas ujung-pangkalnya. Isu mengenai Imam Mahdi ini oleh musuh-musuh Islam digunakan sebagai senjata untuk menghancurkan akidah dan spirit umat Islam, seperti halnya Mirza Ghulam Ahmad yang selain mengaku sebagai nabi, juga mengaku sebagai Mahdi. Namun mitos mengenai Imam Mahdi ini di Impor oleh sebagian Mufassir terdahulu dan Khalifah sebagai bentuk  reaksi “turn back crime”, yaitu perlawanan balik terhadap perlawanan yang dilakukan oleh Syi’ah.

            Seperti salah satu Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:

يَكُونُ اخْتِلَافٌ عِنْدَ مَوْتِ خَلِيفَةٍ فَيَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ هَارِبًا إِلَى مَكَّةَ فَيَأْتِيهِنَاسٌ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ فَيُخْرِجُونَهُ وَهُوَ كَارِهٌ فَيُبَايِعُونَهُ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْمَقَامِ

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun