Mohon tunggu...
Randall MarkTangkulung
Randall MarkTangkulung Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Berpikir, Membaca, Menulis, Mendengar.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lemahnya "Party ID" di Indonesia, UU Partai Politik Butuh Diubah Lagi?

17 Februari 2024   01:15 Diperbarui: 17 Februari 2024   01:49 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Partai Politik merupakan cerminan representasi ide yang mengaitkan hubungan antara negara dan masyarakat dalam sistem demokrasi. Berkaitan dengan dua komponen tersebut, pentingnya partai politik untuk lebih memperkuat ideologi, platform partai atau visi-misi sebagai tonggak dalam menunjang kegiatan partai politik menjadi fokus yang utama. Selain itu, partai politik juga merupakan salah satu badan hukum yang didalamnya terdapat pengorganisasian warga negara yang menjadi bagian dari anggota partai tertentu untuk mewujudkan perjuangan kepentingan setiap warga negara yang dicita- citakan sesuai dengan konstitusi.

Di negara demokrasi seperti Indonesia, sistem partai politik yang dianut adalah sistem multi partai yang mengizinkan adanya banyak pembentukan partai politik sebanyak 172 partai politik yang pertama kali mengikuti pemilu tahun 1955. Namun hanya empat partai besar yang kemudian masuk kontestasi pemilu yakni: PNI, Masyumi, Nahdatul Ulama dan PKI. 

Setelah masa kemerdekaan dan masuk kepada Orde Baru, partai politik terdifusi menjadi tiga partai besar yakni Partai Demokrasi Indonesia, Golongan Karya dan Partai Persatuan Pembangunan. Pasca reformasi, akhirnya pintu demokrasi terbuka kembali untuk partai politik menjadi semakin berkembang pesat jenis dan. kepentingannya. Seiring berjalannya waktu, partai politik sebagai badan hukum yang sah di Indonesia mengalami perubahan undang-undang yang membuat arah dan sistem aturan partai politik menjadi berubah-ubah. Berikut perubahan undang-undang partai politik di Indonesia diantaranya:

1. Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai

3. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya

4. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya

5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik

6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik

7. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

Walaupun undang-undang partai politik ini kerap dilakukan perubahan, sistem dan mekanisme baik secara internal partai maupun implikasinya terhadap masyarakat dan negara belum sepenuhnya berjalan dengan efektif. Beberapa masalah pun ditemukan seperti tidak adanya rekrutmen calon yang transparan dalam setiap pemilu/ pilkada, tidak adanya sanksi tegas jika pelaporan keuangan tidak dilaporkan secara serius dan transparan dari partai politik, kemudian syarat untuk membuat partai politik sangatlah mahal sehingga biaya politik pun menjadi mahal, dan perlu adanya lembaga yang khusus mengawasi partai politik (terutama dibagian keuangan).

Namun terdapat dua masalah serius yang cukup menjadi diskusi publik adalah pendanaan partai politik yang tidak transparan dan akuntabel dan rekrutmen kader yang tidak berdasarkan meritokrasi. Berdasarkan Pasal 34 Ayat (1) UU Partai Politik, sumber dana partai berasal dari iuran anggota partai, sumbangan yang sah menurut hukum, dan bantuan keuangan dari APBN dan APBD. 

Sebagaimana banyaknya partai elite di Indonesia, biasanya partai politik seperti ini memiliki donatur untuk membiayai partai politik tersebut karena para anggota tidak ingin "dibebani" oleh iuran anggota sehingga elite partai mencari pendanaan lain kepada para pengusaha bisnis atau bahkan bantuan asing. Hal ini akan membuat partai politik semakin kotor sehingga dapat memicu korupsi kader parpol yang duduk di legislative atau eksekutif, kemudian partai akan dikuasai oleh pemilik modal/donatur, dan membudayakan politik oligarki. 

Selain itu, tidak adanya sanksi yang tegas dalam undang-undang partai politik jika pendanaan partai politik tidak dilaporkan atau dikorupsi. Adanya sanksi yang diberikan hanya pemberhentian bantuan dana partai politik berdasarkan audit BPK. Namun permasalahannya anggota BPK pun masih ada yang terafiliasi dengan partai politik. Untuk mendorong partai politik menjadi disiplin dalam keuangan, perlu adanya sanksi tegas jika partai politik telat melaporkan. keuangan yang berupa pengurangan jumlah dana secretariat 50% atau 50% dana Pendidikan kader. Kemudian jika partai tidak melapor maka tidak diperbolehkannya partai mengikuti pemilu diwilayah. tertentu. Dan jika dana nya disimpangkan dari peruntukan, maka haruslah dipidana dan dilarang mengikuti pemilu satu provinsi atau nasional.

Terkait perekrutan kader partai politik juga tidak secara meritokrasi dilakukan sehingga banyak masyarakat yang kemudian tidak lagi percaya pada partai politik. Sebagaimana Undang-undang Nomor 2 tahun 2011 Pasal 29 ayat 2, jelas mengatakan bahwa rekrtumen harus dilakukan secara demokratis dan terbuka. Namun dalam pelaksanaannya partai politik menafsirkan pasal tersebut hanya sebatas menyampaikan pengumuman kepada masyarakat lewat media massa terkait penerimaan calon anggota DPRD atau kepala daerah. 

Hal tersebut membuat masyarakat menjadi bertanya-tanya mengenai kader partai tertentu yang dinilai tidak memiliki kemampuan dan pengalaman yang mumpuni di tingkat legislatif maupun eksekutif. Seharusnya partai politik mampu menyaring para kadernya yang dirasa sudah memiliki banyak pengalaman di ranah pemerintahan sebelum mereka dijadikan sebagai calon anggota DPRD atau kepala daerah. Selain itu dari sisi aturan dalam Undang-Undang Nomor 2 thaun 2011 tentang partai politik, rekrutmen politik dalam Pasal 29 ayat 2 sebaiknya diperbaiki dengan secara tegas bahwa "perekrutan harus dilakukan secara demokratis dan terbuka berlandaskan sistem meritokrasi.

Hal-hal tersebut perlu dilakukan dan butuh penegasan sehingga partai politik yang berasal dan dibangun oleh rakyat juga kembali ke rakyat. Tidak lagi partai politik hanya dimiliki dan bergantung kepada "elit" atau "swasta" yang menjadi donatur dalam partai tersebut. 

Secara logis dan implikatif, jika partai politik secara professional mampu transparan dan akuntabel dalam hal audit laporan keunangan serta merekrut anggota berdasarkan merit sistem, maka tingkat kepercayaan masyarakat kepada partai politik pun juga akan mengalami peningkatan (Party ID). Kurang lebih 13 tahun undang- undang partai politik tidak diberlakukannya perbaikan Undang-undang partai politik menjadi lebih baik dan efektfif. Dengan demikian, reformasi undang-undang partai politik harus segera diperbaiki secara signifikan dan lebih menyasar pada pencegahan inti masalah yang kemudian bisa memicu masyarakat publik tidak lagi percaya kepada partai politik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun