Catatan Tahunan (CATAHU) Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang diterima oleh berbagai lembaga masyarakat seperti BADILAG, Kepolisian, Rumah Sakit, PN, UPPA, DP3AKB/P2TP2A, maupun institusi pemerintah yang tersebar di hampir semua Provinsi di Indonesia, serta pengaduan langsung yang diterima oleh Komnas Perempuan melalui Unit Pengaduan Rujukan (UPR) ataupun melalui email resmi Komnas Perempuan dalam kurun waktu satu tahun ke belakang.
Diagram pada gambar diatas menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 792%, yang artinya selama 12 tahun meningkat hampir 8 kali lipat, dimana KTP (kekerasan terhadap perempuan) banyak terjadi kepada perempuan di usia produktif dan dapat terjadi kepada perempuan dengan pendidikan rendah ataupun tinggi.Â
Tercatat, angka kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2019 dengan posisi tertinggi berada di Jawa Barat (2.738 kasus), lalu Jawa Tengah (2.525 kasus), dan DKI Jakarta (2.222 kasus). Apabila setiap tahun kecenderungan kekerasan terhadap perempuan terus mengalami peningkatan, maka hal tersebut menunjukkan bahwa tiadanya atau kurangnya perlindungan dan keamanan yang maksimal terhadap perempuan.
Komnas Perempuan kemudian membuat kategorisasi KTP berdasarkan ranah pribadi, publik atau komunitas, dan negara untuk menggambarkan bagaimana kekerasan terhadap perempuan terjadi di kehidupan perempuan.
Pada ranah pribad, KTP dapat terjadi dalam berbagai bentuk, seperti kekerasan terhadap istri (KTI), kekerasan dalam pacaran (KDP), kekerasan terhadap anak perempuan (KTAP), kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami dan mantan pacar, kekerasan pada pekerja rumah tangga, dan ranah personal lainnya.
Bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam relasi personal atau pribadi terbanyak adalah kekerasan fisik sebesar 43%, dan seksual sebesar 25%. Kekerasan seksual secara konsisten masih menjadi terbanyak kedua yang dilaporkan dan menunjukkan bahwa rumah dan relasi pribadi belum pasti menjadi tempat yang aman bagi perempuan. Dalam ranah pribadi, KTI menempatkan posisi pertama dengan 59% kasus, disusul KTAP sebesar 21%.Â
CATAHU mencatat kenaikan KTAP dari tahun sebelumnya 1.417 kasus menjadi 2.341 kasus pada tahun 2019 sebanyak 65%. Sementara KTI terdapat sedikit kenaikan dan KDP mengalami penurunan sebanyak 14% dari tahun sebelumnya 2.073 kasus menjadi 1.815 kasus. Dalam ranah pribadi, kasus inses (incest) menduduki posisi pertama pada tahun 2019 sebanyak 822 kasus, disusul dengan perkosaan (792 kasus), lalu persetubuhan (503 kasus).Â
Dalam hal ini, yang menjadi fokus dalam ranah pribadi adalah tingginya angka kasus inses yang terjadi dengan bentuk pemaksaan melakukan anal seks yang dilakukan oleh ayah kandung/tiri, paman, atau antar-anggota keluarga yang masih memiliki hubungan darah. Tercatat pelaku kekerasan seksual dalam ranah personal terbanyak adalah pacar (1.320 kasus), yang disusul oleh ayah kandung (618 kasus), dan ayah tiri/angkat (469 kasus).
Tak hanya berhenti di ranah publik, Komnas Perempuan juga menemukan bentuk dan jenis kekerasan terhadap perempuan di ranah komunitas. Ranah komunitas biasanya terjadi di lingkungan kerja, masyarakat, lingkungan tetangga, ataupun lembaga pendidikan, dengan korban tertinggi adalah pelajar, sementara pelaku tertinggi adalah yang tidak bekerja.Â
Tercatat pelaku kekerasan empat tertinggi pada tahun 2019 adalah orang yang tak dikenal (756 kasus), tetangga (559 kasus), teman (463 kasus), dan guru (176 kasus). Pada ranah negara, tercatat juga kekerasan terhadap perempuan terjadi sebanyak 12 kasus, berupa serangan secara langsung kepada jurnalis, kasus kekerasan fisik pada saat penggusuran dan sengketa tanah, tuduhan afiliasi dengan organisasi terlarang, dan lainnya yang tersebar di wilayah Jawa Tengah (1 kasus), DKI Jakarta (9 kasus) dan Sulawesi Selatan (2 kasus).
CATAHU 2020 juga menggambarkan peningkatan angka kasus KBGO (kekerasan berbasis gender online) di tahun 2019 sebesar 300%, dari 97 kasus pada 2018 menjadi 281 kasus. Tak hanya disitu, kekerasan terhadap perempuan ini juga sering terjadi kepada Komunitas Perempuan Minoritas Seksual, Perempuan dengan Disabilitas, Perempuan Rentan Diskriminasi (HIV/AIDS) dan bahkan WHRD (Perempuan Pembela HAM) sekalipun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H