Miris rasanya ketika saya sedang mengunjungi halaman facebook dan tidak sengaja membaca sebuah postingan yang berisi kalimat sindiran-ungkapan kebencian-dan setelah saya telusuri pemilik akun tersebut adalah seorang anak yang masih berada di bangku Sekolah Menengah Pertama.
Kasus kedua, ketika saya sedang membuka aplikasi instagram, lagi-lagi saya tidak sengaja membuka fitur snapgram yang mempertunjukkan sebuah video tawuran antar pelajar.
Lantas, apakah kini media sosial hanya sebagai wadah untuk membagikan kebencian dan hal-hal yang tidak bermoral lainnya?
Bahkan kini, maraknya pengguna media sosial adalah kalangan anak-anak sampai remaja. Lalu, dimana peran para orangtua dalam menyikapi hal ini?
Perkembangan teknologi memang meningkatkan daya saing dari berbagai pihak, salah satunya media sosial. Begitu banyak pihak berlomba-lomba untuk meluncurkan beragam media sosial semakin memicu pro dan kontra. Sebenarnya, apa itu media sosial?
Media sosial adalah wadah atau sarana dimana seseorang dapat berinteraksi dengan orang lain secara luas dan tidak terbatas. Media sosial sangat berhubungan erat dengan internet. Dan pada era kini, internet cukup mudah diakses dimana dan kapan saja. Jika sudah seperti itu, apa pengguna media sosial juga dapat dikatakan bersifat bebas?
Ya, pengguna media sosial dapat dikatakan bersifat bebas karena berasal dari berbagai kalangan masyarakat. Memang ada batasan pada konten tertentu dalam media sosial bagi penggunanya, misalkan umur. Akan tetapi, manusia dengan berbagai akal yang dimilikinya tetap mengusahakan cara untuk dapat mengakses media sosial tersebut.
APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) telah mengumumkan hasil survei Data Statistik Pengguna Internet Indonesia tahun 2016, jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2016 adalah 132,7 juta user atau sekitar 51,5% dari total jumlah penduduk Indonesia sebesar 256,2 juta. Media sosial merajai konten internet sebagai yang paling sering diakses netizen. Tercatat 97,4% orang Indonesia mengakses akun media sosial saat mengunakan internet. Dan konten media sosial yang paling banyak dikujungi adalah Facebook sebesar 71,6 juta pengguna atau 54% dan urutan kedua adalah Instagram sebesar 19,9 juta pengguna atau 15%. Persentase pengguna internet pada kelompok usia 10-14 tahun yang mencapai 100 persen dengan jumlah 768 ribu. Luar biasa.
Tingginya tingkat penggunaan media sosial di Indonesia, khususnya dikalangan pelajar jelas dapat berdampak terhadap karakter anak tersebut. Apalagi, mudah sekali untuk menemukan anak-anak yang sudah memiliki smartphone sendiri. Terkejut? Jelas. Dulu, untuk mengakses internet saja masih terbatas, untuk mempunyai handphone yang jadul saja cukup sulit, apalagi untuk memiliki smartphone? Tapi sekarang, tidak memandang umur ataupun golongan, smartphone dapat ditemukan digenggaman siapa saja.
Lantas, mengapa para orangtua dapat begitu mudah mempercayakan anaknya untuk memiliki smartphone? Alasan klasik, agar mudah untuk dihubungi.
Benar. Media sosial memberikan banyak keuntungan seperti, mudah berkomunikasi dan mengakses berbagai informasi. Sehingga memudahkan pengawasan orangtua, selain itu para anak juga dapat mengembangkan hobi dan menuangkan kreativitas mereka melalui media sosial. Manfaat itulah yang digunakan para orangtua untuk mempercayakan smartphone kepada anak-anaknya. Lagi, apakah anak-anak tersebut sudah berhasil mengoptimalkan sisi positif dari media sosial, atau malah sebaliknya?
Usut punya usut, media sosial tidak hanya memberikan dampak positif saja namun juga negatif. Segala sesuatunya memiliki dampak baik dan juga dampak buruk. Salah satu dampak buruk dari media sosial adalah kekerasan, penipuan, dan tindakan tidak bermoral lainnya. Namun, ada pula sisi negatif lainnya yang ditimbulkan dari media sosial:
"Mendekatkan yang jauh, namun menjauhkan yang dekat."
Pernah mendengar kalimat tersebut? Ya! Media sosial dapat mendekatkan interaksi sosial dengan orang lain yang berada jauh namun akan cenderung mengabaikan orang lain yang berada dekat. Kita dapat berinteraksi dengan masyarakat internasional, lalu bagaiamana dengan masyarakat nasional?
Indonesia berada dalam tingkat tinggi penggunaan internet, khususnya media sosial sudah seharusnya meningkatkan rasa nasionalisme sejak dini, di mulai dari lingkungan keluarga. Perlunya keterbukaan antar anggota keluarga dalam menyikapi perkembangan dunia media sosial.
Mengapa harus keluarga?
Karena keluarga merupakan satuan unit terdekat dalam ruang lingkup interaksi sosial. Karakter anak berawal dari didikan orangtuanya. Selain itu, lingkungan keluarga dapat memberikan pengaruh besar bagi tingkat kebahagiaan seseorang.
Ketika orang tua sudah mempercayakan smarphone kepada anak-anaknya, tentu harus didukung dengan rasa tanggung jawab oleh para anak tersebut. Tidak perlu sikap over protective, namun perlunya sikap demokratis dalam menghadapi suatu perkembangan.
Baik untuk pendidikan, bisnis, maupun sekedar menambah teman melalui media sosial, tetaplah gunakan media sosial dengan bijak.
Kitalah selaku subjek yang mengendalikan perkembangan teknologi sebagai objeknya, bukan kita yang terbawa arus perkembangan teknologi sehingga tanpa sadar telah mengubur jati diri. Kebersamaan yang terjalin dalam hubungan keluargalah yang dapat menjadi pondasi utama dalam menghadapi perkembangan teknologi, khususnya media sosial. Saling mendukung, saling menguatkan, dan bukan saling mengabaikan.
Membangun Indonesisa yang lebih baik, melalui generasi muda dengan mengoptimalkan manfaat dari perkembangan teknologi, dengan membiasakan diri mulai dari lingkungan keluarga. Menjadi orangtua yang mendidik anak-selaku generasi muda-dengan memanfaatkan smartphone-melalui media sosial-untuk membangun negeri.
shared
https://twitter.com/RAvrilda/status/898109592755884032
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H