Keadaan menjadi berbeda. Ibuku yang menghabiskan waktu di rumah mengurusku yang masih memerlukan asupan gizi darinya, dan ayahku yang sibuk bekerja. Seringkali ibuku mengingatkan untuk berhenti melakukan investasi saham, karena banyak sekali kabar yang mengedarkan investasi bodong. Bagaikan angin, ayahku tetap saja melewatinya. Karena menurutnya, telah dicoba dua kali dan berhasil, pasti ini bukan investasi bodong.
Hari demi hari terlewat, dan kali ini bukan kabar baik lagi yang didapat. Kabar mencekam yang begitu mengguncang. Semuanya terjadi begitu tiba-tiba, tempat ayahku menginvestasikansahamnya mendadak ditutup. Semula ayahku berpikir positive,mungkin pindah cabang. Akan tetapi, segala usaha telah dikerahkan untuk mencari sang penggandasahamnya, nihil. Tak ada kabar baik yang didapat, keresahan yang semakin menjadi, kesedihan yang kian bertambah disertai amarah yang mulai memuncak.
Ya, ayahku shock, ibuku menangis, bahkan akupun terisak meski masih berada di dalam kandungan. Bisa pembaca bayangkan, kala itu saham ayahku sekitar seratus lima puluh juta rupiah, bukanlah nominal yang sedikit pada masa itu, dan lenyap begitu saja bagaikan istana pasir hanyut terbawa air laut.
Aku seperti ingin merengkuh ibuku dalam pelukan secara nyata, dan menenangkan ayahku. Aku tahu bahwa waktunya kurang tepat, beberapa minggu setelah berita tersebut, aku telah bersiap untuk menangis sebagai sapaan awal datang ke dunia ini.
Kehidupan terus berlanjut, ayahku masih merasakan keguncangan pasca kejadian dua tahun silam. Beban pikiran yang ditanggung menjadikan fisiknya lemah, dan beliau terpaksa dirawat di rumah sakit. Mengalami penyakit paru-paru dan juga kelelahan begitu menyiksanya. Ibuku dengan sabar selalu menemani ayah. Apadaya saat itu aku masih berusia dua tahun, bahkan belum menjadi batita.
Jelas saja hal itu sangat menghabiskan tenaga, bahkan materi. Ibuku kalap bagaimana memenuhi kebutuh financial yang kian lama menyusut. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, aku yang akan mulai bersekolah, membayar pengobatan ayah di rumah sakit, dan menebus berbagai obat sebagai media penyembuhan ayahku. Apalagi ibuku sendiri sudah berhenti bekerja. Lantas, beliau hanya mengandalkan uang tabungannya saja yang hanya seberapa. Untungnya, beberapa saudara ikut membantu ibuku.
Nah, belajar dari pengalaman, karena pengalaman adalah guru terbaik. Sekarang, kedua oranguaku kembali bangkit dari keterpurukan di masa lalu, dengan sebuah trobosan baru, hmm...
Asuransi ZURICH sebagai perencanaan awal yang lebih baik
Pernahkah kamu mendengar istilah “kehidupan itu berputar layaknya sebuah roda?” Tak selamanya seseorang berada di tingkat yang paling atas, begitupun sebaliknya. Tidak ada yang tahu kapan kehidupannya bertukar posisi, semua telah diatur oleh-Nya. Namun, sebagai makhluk ciptaan yang sempurna, manusia diberikan kemampuan olah pikir yang luar biasa. Ada potensi dalam diri setiap individu yang mungkin tak kita sadari.
Memang, uang buka segalanya, tapi faktanya tetap saja untuk menjalani kehidupan butuh uang yang jumlahnya pun tak sedikit, terutama untuk kelangsungan hidup berkeluarga.