Pengaruh Kualitas Hidup Lansia Terhadap Successful Aging
PendahuluanÂ
Setiap Manusia di bumi ini hidup pasti akan terus mengalami proses penuaan, dimana proses penuaan dapat Mengakibatkan berbagai masalah jika tidak dilindungi dengan baik hidupnya. Angka harapan hidup yang meningkat merupakah suatu keberhasilan pembangunan kesehatan, Namun dengan meningkatnya angka harapan hidup (life ecpectancy) justru akan membawa dampak lain bagi masyarakat karena penduduk usia lanjut (lansia) yang meningkat akan mengakibatkan resiko dalam masyarakat menjadi tinggi, seperti dari segi kesehatan dan kesejahteraan lansia. Jika masalah tersebut tidak ditangani akan berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Dalam mengkategorikan lanjut usia menurut World Health Organization (WHO) terdapat 4 kategori, yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Menurut kemenkes Indonesia hadapi kenaikan jumlah penduduk lanjut usia pada tahun 2010 dari 18 juta jiwa ( 7, 56%), kemudian pada tahun 2019 jadi (25, 9 ) juta jiwa ( 9, 7%), serta diperkirakan terus bertambah dimana tahun 2035 jadi 48, 2 juta jiwa ( 15, 77%).Tahun 2015 usia lansia paling banyak di Daerah Istimewa Yogyakarta sekitar 63%
Dengan meningkatnya jumlah populasi lansia maka akan menjadikan suatu tantangan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat komunitas, dimana lansia akan mengalami proses penuaannya yang memberi dampak munculnya kemunduran pada kondisi fisik, psikologis dan sosialnya sehingga lansia memiliki keterbatasan (WHO, 2013).
Proses penuaan akan banyak alami perubahan yang terjalin antara lain Perubahan Fisik, kognitif, spiritual, psikososial, serta karakter seorang. Perubahan Fisik semacam pada sistem indra, sistem muskuloskeletal, sistem kardiovaskuler serta pernapasan, sistem perkemihan, sistem reproduksi, serta pada sistem saraf . Penuaan menimbulkan penurunan dalam persepsi, sensori serta reaksi motorik pada lapisan saraf pusat (SSP) serta penyusutan reseptor proprioseptif, perihal ini terjalin sebab SSP pada lanjut usia hadapi pergantian morfologis serta biokimia, pergantian tersebut menyebabkan penyusutan guna kognitif.Â
Perubahan juga mengharuskan lansia untuk mampu beradaptasi atas kemunduran yang dialami. Kualitas hidup merupakan salah satu hal yang dibutuhkan untuk mencapai successful aging. Successful aging merupakan kondisi lansia baik secara fisik, psikologis, sosial maupun proses adaptasi untuk mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki akibat proses penuaan.
Kualitas hidup yang sering diidentikkan dengan kesejahteraan, akhir-akhir ini makin banyak didengungkan. Salah satu sebabnya adalah munculnya kesadaran, bahwa pembangunan tidak cukup diukur kesuksesannya dengan membangun input yang banyak. Menurut Undang-undang Republik Indonesia no 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yang dimaksud lanjut usia (selanjutnya disebut lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas.
Sehingga dari beberapa uraian diatas Penulis tertarik untuk  menulis terkait Pengaruh Kualitas Hidup Lansia Terhadap Successful Aging. Dimana banyak  lansia belum mengerahui bagaimana cara untuk menjadi lansia baik secara fisik, psikologis, sosial maupun proses adaptasi untuk mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki akibat proses penuaan (Bright et al., 2019).
PembahasanÂ
A. Lanjut Usia /LansiaÂ
Lanjut Usia dibedakan menjadi dua, yaitu lanjut usia potensial dan lanjut usia tidak potensial. Lanjut Usia Potensial adalah lanjut usia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan/atau Jasa. Sedangkan Lanjut Usia Tidak Potensial adalah lanjut usia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Sementara itu WHO membagi lanjut usia menurut tingkatan umur Lansia yaitu: (1) Usia pertengahan (middle age, antara 45-59 tahun), (2) usia lanjut (elderly, antara 60-70 tahun), (3) Usia lanjut (old, antara 75-90 tahun) dan (4) Usia sangat tua (very old, di atas 90 tahun).
Ageing population atau penuaan penduduk menurut (Mezey and Fulmer, 2002)adalah fenomena yang terjadi ketika umur median penduduk dari suatu wilayah atau negara mengalami peningkatan yang disebabkan oleh bertambahnya tingkat harapan hidup atau menurunnya tingkat fertilitas. Meningkatnya tingkat harapan hidup dan menurunnya tingkat fertilitas ini merupakan suatu keberhasilan bersama dari beberapa aspek, seperti penurunan tingkat kematian bayi, perbaikan akses terhadap pendidikan, bertambahnya lowongan pekerjaan, peningkatan kesetaraan gender, gencarnya program kesehatan produksi, dan terlebih lagi semakin terjangkaunya fasilitas kesehatan untuk sebanyak mungkin masyarakat.
B. Kualitas HidupÂ
Konsep kualitas hidup pertama kali dijelaskan dalam budaya China yang memberi definisi pertama tentang kualitas hidup umumnya dikaitkan dengan nilai atau nilai tertinggi dari hidup, gambaran esensial dari suatu kehidupan, qualitas hidup sering kali dihubungkan dengan kesejahteraan. Istilah kualitas hidup dalam konteks definisi tentang sehat, yaitu suatu kondisi fisik, mental, dan kesejahteraan sosial individu terbebas dari berbagai kelemahan dan penyakit. Secara umum, kualitas hidup adalah perasaan dan pernyataan rasa puas seorang individu akan kehidupan secara menyeluruh dan secara status mental orang lain di sekitarnya harus mengakui bahwa individu tersebut hidup dalam menjalani kehidupannya dalam kondisi yang nyaman, jauh dari ancaman, dan secara adekuat memenuhi kebutuhan dasarnya  ( Afiyanti, 2010).
Kualitas hidup adalah sejauh mana seseorang dapat merasakan dan menikmati terjadinya segala peristiwa penting dalam kehidupannya sehingga kehidupannya menjadi sejahtera. Jika seseorang dapat mencapai kualitas hidup yang tinggi, maka kehidupan individu tersebut mengarah pada keadaan sejahtera (wellbeing), sebaliknya jika seseorang mencapai kualitas hidup yang rendah, maka kehidupan individu tersebut mengarah pada keadaan tidak sejahtera (ill-being) (Brown, 2013). Kesejahteraan juga  menjadi salah satu parameter tingginya kualitas hidup lanjut usia sehingga mereka dapat menikmati kehidupan masa tuanya.
Menurut (Budiono and Rivai, 2021) Faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas Hidup  lansia adalah faktor predisposisi usia dan tingkat pendidikan, faktor pendukung pendapatan dan ADL, dan faktor kebutuhan. Kemudia usia yang lebih rendah, tingkat pendidikan yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, kinerja kehidupan sehari-hari yang lebih baik, dan status kesehatan yang dilaporkan sendiri lebih baik terkait dengan Kualitas hidup yang lebih tinggi. Faktor kebutuhan memiliki pengaruh terbesar terhadap Kualitas hidup, dan pengaruh perilaku kesehatan paling rendah. Hasil ini mendukung kecukupan model Andersen untuk menjelaskan Kualitas hidup lansia. Selain itu, temuan hubungan antara karakteristik lansia dengan Kualitas Hidupnya dapat digunakan sebagai data dasar untuk menyusun kebijakan kesehatan dan kesejahteraan guna meningkatkan kualitas hidup lansia. Pengaruh jumlah penyakit kronis perlu ditindak lanjuti karena sulit untuk mengamati pengaruhnya terhadap kualitas Hidup pada lansia(Darubekti and Hanum, 2019).
C. Aspek yang dapat mempengaruhi kondisi lansia mencapai Successful Aging
Menutut Hasil tinjauan membahas aspek yang dapat mempengaruhi kondisi lansia mencapi Successful Aging yaituÂ
1. Quality of life / kualitas hidup pada lansia
Quality of Life adalah suatu persepsi seorang individu terhadap kehidupannya dalam konteks budaya dan nilai individu dalam lingkungannya berhubungan dengan tujuan, harapan dan standar kehidupannya. Kualitas hidup merupakan suatu konsep yang dipengaruhi oleh faktor fisik, psikologis, tingkat kemandirian, serta hubungan individu terhadap lingkungannya.
 Kualitas hidup lansia merupakan kondisi kesejahteraan dan rasa kepuasan lansia terhadap pengalaman dari peristiwa yang dialami dan kondisi lansia saat ini, hal tersebut di pengaruhi oleh kondisi sehat dan penyakit. Kualitas hidup yaitu bagaimana individu dapat merasakan dan menikmati atas semua peristiwa dalam kehidupannya, sehingga dapat merujuk pada kondisi kesejahteraan. Kualitas hidup menurut Bowling dipengaruhi oleh pemikiran subjektif dari setiap individu terhadap persepsi kesejahteraannya dan kualitas hidupnya di masa tua, yang meliputi kondisi kesehatannya, merasa berkecukupan, mandiri, bermanfaat, dan masih bersosialisasi dengan lingkungan (Bowling, 2012).
2. Well-being psycologi/ kesejahteraan psikologisÂ
Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik material/ spiritual terdiri atas rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin sehingga terpenuhi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial  ( UU no 13, 1998).
 Kesejahteraan psikologis merupakan pengembangan teori oleh Ryff dengan menggabungkan teori klinis psikologis. Kesejahteraan psikologis merupakan perubahan kondisi mental berat hubungannya dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan dan lingkungan. Menurut Ryff, 1989 kesejahteraan psikologis menggambarkan bagaimana kondisi individu memiliki perasaan nyaman, damai dan bahagia berdasarkan penilaian diri secara subjektif dan bagaimana manusia mencapai potensi mereka. Sejalan dengan Ryff, penelitian mengungkapkan adanya hubungan yang hangat dengan orang lain, tetap mandiri pada kehidupannya, mampu menghadapai serta mengontrol perubahan di lingkungan, masih memiliki arti dalam kehidupan, individu tersebuh dapat dikatakan mencapai kondisi sejahtera secara psikologis.
3. Successful aging
Successful aging merupakan kondisi lansia mengalami keadaan baik secara fisik, psikologis dan sosialnya(Shella Febrita Puteri Utomo, Gimmy Pratama, 2020). Sejalan dengan teori yang dikembangkan Rowe dan Kahn successful aging merupakan kondisi lansia meliputi tiga aspek utama yaitu, pertama dengan meminimalkan terjadinya risiko penyakit pada diri dan akibat yang ditimbulkan dari penyakit tersebut sehingga menyebabkan kecacatan, kedua dapat mengelola fungsi fisik dan psikisnya secara baik dan maksimal (kognitif), dan ketiga adalah kondisi lansia masih terlibat aktif dalam kegiatan bersosialisai dengan lingkungan  (Rowe, J. W., & Kahn, R. L. 1997). Menurut Baltes dan Baltes memaparkan kondisi successful aging merupakan gabungan dari fungsi-fungsi biologis, psikologis dan aspek positif meliputi kepuasan hidup. Konsep ini menjelaskan kondisi lansia dalam proses adaptasi kehidupan yang terjadi dalam rentang hidup dengan perubahan dalam bentuk makna hidup ataupun tujuan hidupnya. Baltes dan Baltes mengungkapkan bahwa successful aging meliputi tiga komponen yang berhubungan dengan proses adaptasi pada lansia yaitu selection, optimazation dan compenstion penjabaran konsep ini dikenal dengan singkatan SOC (Baltes & Baltes 1990).
 Di Indonesia makna dari successful aging di masa lanjut di pengaruhi oleh dukungan dari keluarga dan pasangan hidup, tinggal dengan keluarga yang rukun dan memiliki uang sehingga dapat berbagi dapat mewujudkan kondisi successful aging(Manuscript, 2010). Adapun faktor lain ikut beperan yaitu kesehatan fisik, aktfitas, masalah psikologis dan sosial serta tingkat religiusitas  (Rahmawati 2013).
KesimpulanÂ
kualitas hidup yang baik dapat berkontribusi bagi lansia untuk mencapai kondisi successful aging, dan dimensi yang paling berkontribusi pada kualitas hidup yaitu aspek materi, kepuasan hidup, sosial dan psikologis. Adapun, dimensi yang memengaruhi tidak tercapainya successful aging yaitu kesehatan, kemandirian dan hubungan sosial.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI