T: Boom terakhir 2008 menyisakan kisah-kisah indah dan juga pilu. Beberapa perisitiwa menjadi hikmah dalam konteks tata kelola diri. Tetapi di sisi lain membawa sebagian seniman muda berorientasi ke pasar. Anda melihat seperti apa seniman kita saat ini?
J: Boom karya seni nggak ada indahnya buat saya karena terlalu dominan urusan bisnisnya dan selalu diikuti dorongan spekulasi. Saya tidak pernah tertarik pada seniman yang sepenuhnya berorientasi ke pasar. Saya tidak terlalu peduli, apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka pelajari.
Dari dulu sampai sekarang seniman yang betul-betul membuat karya seni selalu ada, dan biasanya saya berurusan dengan mereka, walau jumlah seniman yang berorientasi ke pasar barangkali lebih banyak. Jadi kita tidak bisa mengeneralisasikan pada sesuatu masa semua seniman tiba-tiba berorientasi ke pasar. Sekarang masih banyak seniman yang sungguh-sungguh membuat karya, mereka terus berkarya dan setahu saya tidak ngomel apa pasar jadi sepi atau tidak.
T: Senirupa merupakan tradisi borjuasi dan aristokrat di Eropa pada masa lalu. Nilai ekonominya tidak sebanding dengan nilai guna. Untuk menjadi nilai lebih itu St. Sunardi, misalnya, mengatakan dibutuhkan demistifikasi karya seni agar menjadi nilai tinggi. Artinya dibutuhkan banyak aspek agar sampai pada nilai itu selain takdir. Menurut Anda apakah berarti di sini prosesnya menjadi seperti produk barang yang dikemas dalam sebuah rekayasa iklan agar diterima pasar?
J: Soal tradisi mengoleksi, ceritanya panjang, Gimana kalau Anda riset sedikit dan cari tulisan saya di berbagai media yang membahas munculnya komodifikasi karya seni rupa di Amerika pada 1980-an. Sesudah perkembangan ini pasar seni rupa di mana pun di dunia memang membawa tanda-tanda negatif bila diukur dari nilai-nilai budaya.
Saya setuju pada gagasan demistifikasi St. Sunardi. Di Indonesia, image bahwa karya seni rupa adalah barang mahal benar-benar sebuah mitos. Jadi perlu demistifikasi.
Di Indonesia menentukan apakah sesuatu karya betul-betul bernilai sangat sulit karena masih kaburnya patolakan-patokan, walau bukannya tidak bisa. Nah yang perlu diluruskan adalah kepercayaan bahwa nilai karya seni rupa paralel dengan nilai nominalnya di pasar dan ditentukan oleh mekanisme pasar yang bisa direkayasa. Ini bukan mitos lagi, ini sudah omong kosong.
T: Bisa Anda jelaskan bagaimana sebenarnya kedudukan senirupa kita dalam kebudayaan masyarakat dunia saat ini ?
J: Kalau yang Anda maksudkan ada kemajuan pada seni rupa Indonesia sehingga sekarang sudah mendapat pengakuan dunia, saya tidak melihat tanda-tanda ini. Belum ada karya-karya yang mendapat pengakuan dunia. Karya-karya yang beredar di pasar seni dunia, ya banyak.
Benar, aktivitas seni rupa kita sekarang ini dekat dengan aktivitas seni rupa dunia. Ini terjadi karena dunia sekarang ini berada pada era globalisasi, dan pada era ini terjadi banyak perubahan. Terlalu banyak kalau harus saya uraikan semuanya pada wawancara ini. Tapi beberapa hal bisa disebutkan.
Di bidang ekonomi negara-negara Barat tidak lagi dominan pada era globalisasi, selain itu prospek ekonomi di Asia menarik perhatian pada era ini. Gejala ini berpengaruh dalam hal memperhatikan berbagai perkembangan di Asia, tidak terkecuali di Indonesia. Yang dulu tidak kelihatan, sekarang kelihatan. Pasar seni rupa dunia mencerminkan perkembangan ini juga.