Mohon tunggu...
Aji Sp Ranang
Aji Sp Ranang Mohon Tunggu... -

pedang&puisi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jim Supangkat: Belum Ada Karya yang Dapat Pengakuan Dunia

13 Juli 2015   13:02 Diperbarui: 13 Juli 2015   13:22 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

KoPi| Jim Supangkat merupakan kurator seni rupa Indonesia paling dihormati. Heri Dono bahkan menilainya sebagai kurator terbaik Indonesia dan internasional yang dimiliki bangsa Indonesia saat ini. Gagasan dan pandangannya tentang seni rupa serta kebudayaan secara umum menjadi bagian penting dalam perjalanan dialektika kebudayaan Indonesia.

Dalam kesempatan wawancara ini, Jim Supangkat memberikan pandangan-pandanganya seputar isu pasar seni rupa dan eksistensi seni rupa Indonesia dalam kontestasi kebudayaan dunia. Ranang Aji SP, reporter KoranOpini.com melaporkan untuk anda.

T: Kami mendengar dari beberapa seniman, pasar seni rupa sejak booming 2007-2008 terasa sepi. Apakah itu lebih sebagai sesuatu yang subyektif atau memang reprensentatif ?

J: Ya, betul. Terlihat pada menurunnya secara drastis aktivitas pameran di galeri-galeri swasta, khususnya di Jakarta. Pameran-pameran ini kan yang tercatat meramaikan pasar seni rupa.

T: Adakah indikator atau apa yang menjadi parameternya?

J: Indikatornya ya menurunnya jumlah pameran yang saya kemukakan tadi. Dampaknya, penjualan karya otomatis turun juga dan pasar jadi sepi.

T: Menurut Heri Pemad, pasar tidak sepi. Tapi yang sepi karya yang benar-benar bagus? Anda sepakat ?

J:Kalau yang dimaksud Pemad kegiatan seni rupa tidak sepi saya setuju. Aktivitas seniman di Yogya dan di Bandung tidak menyurut. Berbagai art space masih aktif. Aktivitas ini tidak selalu berhubungan dengan pasar. Kalau pasar dalam arti aktivitas jual-beli ya sepi, menurut saya kenyataan ini tidak bisa disangkal.

Tapi mungkin maksud Pemad, para pembeli (kolektor) sebenarnya masih punya dorongan membeli, jadi pasar sebenarnya masih punya kemungkinan menjadi ramai, tapi para kolektor merasa tidak ada karya yang bagus. Nah kalau ini memang yang dimaksud Pemad, saya setuju. Masuk akal kan kalau boom karya seni memunculkan seniman-seniman yang berorientasi pada pasar. Kita tau kayak apa lah karya-karya mereka dan para kolektor lama-lama sadar mereka ketipu, kemudian jadi takut ketipu karena sangat sulit menemukan kejujuran di pasar seni rupa sekarang ini.

T: Boom tentu peristiwa yang luar biasa. Menurut Anda apakah peristiwa ini hanya semacam eforia kelas kolektor tertentu ? Atau ada sebuah desain tertentu dengan tujuan tertentu yang disengaja ?

J: Boom karya seni rupa, yang didahului boom lukisan pada 1980an adalah gejala tidak wajar. Rush pembelian karya itu seperti cornering di bursa saham. Para pembeli yang panik, tertipu. Sepengetahuan saya boom karya seni rupa di Indonesia terjadi bukan hasil rekayasa seseorang atau sekelompok orang. Boom,yang beberapa kali terjadi menurut saya karena ignorance atau para kolektor salah membaca pasar seni dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun