Borobudur bagi  wisatawan mancanegara maupun lokal.  Wisatawan yang diperbolehkan masuk hanya sekitar 1.200 orang per harinya. Tak hanya itu, hal yang paling mencengangkan adalah kenaikan tarif masuk wisatawan lokal mencapai 7 kali lipat dari harga semula, yakni mencapai Rp 750.000,00 dan US$100 yang terhitung naik sebesar dua kali lipat dari tarif awal bagi wisatawan mancanegara. Pada Sabtu (4/5) kemarin, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan bahwa akan dilakukan pembatasan pengunjung dan kenaikan harga tiket masuk ke Candi
Menurut Luhut dalam laman instagram pribadinya kebijakan ini dilakukan guna menjaga kelestarian kekayaan sejarah dan budaya nusantara sekaligus untuk mendukung prinsip ekonomi biru, hijau, dan sirkular yang diarahkan oleh Presiden RI, Joko Widodo.Â
Faktanya, banyak pro kontra masyarakat terhadap kebijakan baru ini. Masyarakat merasa program yang diterapkan oleh Luhut sebagai taktik menekan angka pengunjung di Borobudur adalah keputusan yang kurang tepat. Menaikkan tarif masuk hingga 7 kali lipat sama saja dengan mematikan perekonomian masyarakat sekitar. Mengapa? Karena masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai pedagang aksesoris dan makanan yang berada di sekitar Borobudur harus merasakan kembali surutnya pengunjung setelah lebih dari 2 tahun akibat pandemi. Walaupun pemerintah menetapkan kebijakan adanya program ojek online menggunakan motor listrik dan dialokasikan untuk masyarakat pribumi, tapi hal ini dirasa belum optimal. Keunggulan ini dirasa belum sejalan dengan jumlah pengunjung nantinya, yang dianggap akan mengalami penurunan drastis. Tentunya wisatawan akan berpikir dua kali untuk mengunjungi Borobudur. Diperkirakan mereka lebih memilih mengunjungi objek wisata yang lebih murah dan tak kalah eksotis.
Dilansir dari laman twitter, akun @james_ultra menyatakan pendapatnya, "Saya setuju bahwa batas harus ditempatkan pada jumlah kedatangan turis di Borobudur untuk melindungi situs, tetapi proposal pemerintah ini untuk menagih pengunjung asing US $ 100 untuk masuk - sementara penduduk setempat membayar Rp 750.000 yang lumayan - terdengar seperti ide yang buruk".Â
"Trus orang-orang jadi males, pengunjung jadi sepi, tour guide jadi dikurangi, pedagang rugi, pengangguran meningkat, masyarakat menangis, pemerintah mendengar keluhan rakyatnya, pemerintah mengambil langkah berani, menurunkan harga tiket kembali ke awal. Pemerintah mendapat pujian" tutur pemilik akun @tpnds pada laman twitter.
Padahal jika ditinjau lebih jauh, untuk pembatasan pengunjung dapat dilakukan melalui program pemesanan tiket online yang dijual secara terbatas, tanpa harus menaikkan harga tiket masuk. Â Hal ini dianggap akan menguntungkan berbagai pihak. Â Program pemerintah berjalan sebagaimana mestinya serta masyarakat pun tetap bisa melakukan proses perekonomian sebagaimana yang diharapkan. Ada baiknya pemerintah melakukan riset dan tinjauan ulang terkait kebijakan ini. Â Karena keputusan ini dianggap hanya menguntungkan beberapa aspek saja tanpa mempertimbangkan aspek lain yang seharusnya turut menjadi prioritas pemerintah Indonesia. (Nana)
Referensi:
https://images.app.goo.gl/6QDCspJmYPSxcqJ17
https://www.instagram.com/p/CeX3hjoBNJf/?igshid=YmMyMTA2M2Y=
https://twitter.com/james_ultra/status/1533262343240417283?t=VyW5cwn9zgz6h_R5ynrkbQ&s=19
https://twitter.com/tpnds/status/1533284871166013440?t=Epsfr43jUOthcCg2Lw1Dwg&s=19
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H