Mau klubnya kalah atau menang, jadi juara atau tidak, degradasi atau tidak, didenda atau tidak, yang penting mereka tetap bisa memiliki identitas diri sebagai bagian dari komunitas suporter yang tidak boleh diusik harga dirinya oleh pihak musuh. Di dalam kepala mereka, identitas diri itu akan kian kuat tidak hanya ketika mereka mendukung klubnya bertanding di stadion, melainkan ketika mereka membela harga diri dengan bertempur dengan suporter musuh.
Kembali lagi, pada akhirnya hukuman-hukuman yang bersifat denda, degradasi, diskualifikasi, bahkan pembubaran klub, tentu tidak efektif membuat efek jera bagi mereka-mereka yang menganggap tawuran itu sendiri sebagai olahraganya dan sarana membela klubnya.
Jadi begitulah kira-kira keadaan di akar rumput yang sayangnya jarang dipahami oleh para orang tua pemangku kepentingan di atas. Lalu bagaimana solusinya? Tidak ada solusi lain untuk menyelesaikan akar masalah ini selain pembinaan, pembinaan, dan pembinaan. Coba ditelisik, kira-kira apa perbedaan para bapak-bapak dan mas-mbak suporter yang duduk di acara Mata Najwa kemarin dengan teman-teman suporter di lapangan sehingga perilakunya juga berbeda?Â
Jawabannya adalah pendidikan dan lingkungan. Kedua hal inilah yang tentunya membentuk perilaku para suporter dan kedua hal ini bisa dibentuk melalui pembinaan suporter. Harus ada program pembinaan serius yang dirancang sedemikian rupa, mulai dari steering committee sampai operational committee di lapangan yang membina suporter-suporter akar rumput ini. Mari wadahi mereka, rangkul mereka, ajak berkegiatan, biarkan mereka berkenalan dengan dedengkot-dedengkot suporter senior yang sama fanatiknya namun sudah dewasa dan rasional. Ajarkan mereka bahwa saling ejek itu biasa, bahwa harga diri akan hancur justru ketika melakukan tindakan yang memalukan nama komunitas dan klub.
Pembinaan suporter memang bukan solusi yang mudah dan instan seperti hanya sekedar memberi hukuman atau meningkatkan personel keamanan, tapi hanya itulah solusi jangka panjang yang bisa sedikit demi sedikit menyelesaikan akar permasalahan suporter. Hukuman bukannya tidak dibutuhkan sama sekali. Hukuman tegas tetap harus diberlakukan untuk membuat klub semakin berkomitmen membina suporternya.Â
Dibutuhkan juga peraturan PSSI yang mewajibkan setiap klub memiliki program pembinaan yang komprehensif, yang segala kegiatannya jelas dan bisa dilaporkan ke PSSI secara rutin sebagai bentuk komitmen tersebut. Bagi media dan publik, menghilangkan istilah "oknum" dalam menyebut pelaku suporter yang melakukan kekerasan juga bisa membuat klub lebih merasa bertanggungjawab terhadap suporter-suporternya.
Saya mengerti alasan Mbak Nana tidak berlama-lama di kedua narasumber tersebut. Ada kekhawatiran jika sentimen kebencian dan permusuhan malah keluar dan tersiarkan di TV nasional. Sebab itu pula Mbak Nana tidak masuk ke detil penyebab permusuhan The Jak dan Viking di awal tahun 2000an.
Namun ketidakpercayaan terhadap suara akar rumput ini jangan-jangan juga adalah salah satu sumber masalahnya.
Jika membicarakan agenda duduk bareng antar semua stakeholder sepakbola untuk mencari solusi, apakah suara mereka yang di akar rumput juga termasuk dalam agenda tersebut? Telinga bapak-bapak para petinggi sepakbola juga harus turun ke pengkolan-pengkolan jalan tol, mencoba memahami mereka yang menggenggam batu di tangan bersiap melempari bus tim musuh, atau ke sudut-sudut sel LP anak, mencoba memahami kenapa mereka melakukan apa yang mereka lakukan.Â
Karena suporter bukan hanya para pimpinannya di atas yang bisa berpikir jernih---sehingga hanya dengan membuat nota perdamaian, masalah bisa dianggap selesai---tapi juga mereka yang di bawah, yang masih menggebu-gebu dan cenderung reaktif, irasional, dan emosional. Sungguh aneh jika sebagian besar kasus disebabkan oleh suporter dengan demografi yang kedua ini, tapi yang diajak berdiskusi menyelesaikan masalahnya adalah suporter yang di atas saja.
Mungkin bukan di TV nasional jika beresiko menimbulkan efek negatif, tapi yang jelas mereka harus didengarkan. Mendengarkan suara para darah muda ini adalah langkah awal untuk memahami perspektif mereka, dan memahami perspektif mereka adalah jalan untuk membuat solusi yang tepat sasaran.