Mohon tunggu...
Muhammad Syahrul Ramadhan
Muhammad Syahrul Ramadhan Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Kader HMI, Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dilema Perempuan Masa Kini

8 Maret 2024   21:08 Diperbarui: 8 Maret 2024   21:12 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

8 maret adalah hari simbolis pergerakan perempuan, yang dimana diperingati sebagai hari Perempuan Internasional. Pada momen tersebut, perempuan menyuarakan berbagai
permasalahan-permasalahan yang dialami oleh para perempuan, permasalahan yang biasanya menjadi concern adalah permasalahan mengenai kesetaraan dan keadilan gender. 

Kesetaraan dan keadilan gender sampai detik ini belum bisa diwujudkan secara penuh, termasuk di Indonesia. Di masyarakat Indonesia sendiri, permasalahan kesetaraan dan keadilan gender masih menjadi
permasalahan yang begitu pelik dan kompleks, salah satunya mengenai peran gender yang
masih cenderung sangat kaku. Pembagian peran gender yang kaku menimbulkan ketimpangan antara laki-laki dan perempuan serta telah diwariskan secara turun-temurun dan menjadi sebuah budaya di masyarakat Indonesia itu sendiri. 

Perempuan selalu dianggap memiliki tugas utama diranah domestik sedangkan laki-laki selalu dianggap memiliki tugas utama di ranah publik.

Pembagian peran yang sangat kaku inilah yang menyebabkan laki-laki dan perempuan dianggap memiliki kewajiban masing-masing. Secara sederhana sifat dari peran gender itu sendiri adalah fleksibel dan dapat dipertukarkan dikarenakan sifatnya yang relatif serta tidak mutlak seperti sex
yang secara jelas ada pada diri setiap manusia dari semenjak dia lahir .

Pembagian peran gender yang kaku inilah menyebabkan berbagai macam dampak, terutama pada perempuan. Salah satu dampak yang dirasakan adalah munculnya beban peran ganda. Di masyarakat Indonesia saat ini, tuntutan ekonomi lah yang membuat banyak perempuan yang memutuskan untuk bekerja di ranah publik. 

Namun sayangnya, peran perempuan di ranah publik tidak lantas membebaskannya dari peran domestik, hal ini tetap menjadi "kewajiban" yang melekat pada perempuan. Peran domestik dan pengasuhan tidak lantas bergeser menjadi kewajiban bersama dengan laki-laki.

Pada perempuan, kewajiban beban domestik dianggap sebagai hal yang utama, sedangkan
pekerjaan ranah publik adalah pekerjaan sekunder. Padahal, bekerja tidak hanya berkaitan dengan penghasilan semata, lebih dari itu bekerja sebagai media untuk mengaktualisasikan diri dan menebar manfaat untuk manusia lainnya. 

Perempuan adalah setengah dari masyarakat
Indonesia, jika perempuan turut mengambil peran penting dalam ranah publik, maka upaya
pembangunan dapat berjalan dengan maksimal. 

Beban peran ganda pada perempuan, yang dimana mereka bekerja di ranah publik sekaligus domestik menimbulkan berbagai dampak pada perempuan. Dalam pekerjaan, perempuan kemudian tidak memiliki waktu banyak untuk mengembangkan karir, hal ini dikarenakan ketika perempuan berada dirumah selepas mereka bekerja, pasti pekerjaan domestik sudah menanti untuk mereka tuntaskan dan selesaikan. 

Hal ini menjadi pemicu konflik dirumah tangga
dikarenakan terganggunya psikologis dari perempuan itu sendiri akibat terlalu banyak menerima beban peran ganda. Dalam tugas pengasuhan, banyak dari perempuan yang bekerja kemudian merasa bersalah karena hanya memiliki waktu sedikit untuk bersama dengan anak-anaknya.

Hal ini dikarenakan dianggap bahwa tugas pengasuhan yang utama adalah pada seorang perempuan. Padahal pada faktanya, seorang anak membutuhkan pengasuhan yang seimbang dari seorang ayah dan ibu untuk dapat berkembang dengan baik dan dengan diimbangi peran yang seimbang atas dasar kesepakatan bersama. 

Belum lagi, stigma dari masyarakat di lingkungan sekitar mengenai perempuan pekerja yang seringkali dianggap lebih mementingkan pekerjaan dibandingkan dengan keluarga.

Fenomena seperti inilah yang mengakibatkan banyak perempuan merasa dilema dan mengalami tekanan secara psikologis. Pembagian peran gender yang kaku dapat kita lihat tidak membawa banyak kebermanfaatan untuk kehidupan justru memberikan dampak negatif yang dirasakan oleh para perempuan. Pembagian peran seharusnya dilaksanakan dengan fleksibel dan diskusi untuk
mencapai kesepakatan bersama.

Pada dasarnya perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk menentukan pilihan dan mengaktualisasikan diri mereka di masyarakat hal inilah yang harus kita refleksikan bersama sama bahwasannya pada hakikatnya manusia hidup berpasang-pasangan. 

Dengan kita merefleksikan hal ini juga diharapkan permasalahan beban peran ganda bisa dihilangkan demi terwujudnya keluarga yang harmonis dan terbebas dari sistem patriarki. Tetaplah mekar seperti bunga untuk selalu memberikan inspirasi untuk para perempuan hebat, selamat hari perempuan
indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun