Mohon tunggu...
Ramses Riko
Ramses Riko Mohon Tunggu... Politisi - Mengamati dan menulis

saatnya yang muda bicara dan berbuat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Alasan Megawati Cuekin Surya Paloh, Nasdem Pun Berkoalisi "Setengah Hati"

23 Oktober 2019   12:53 Diperbarui: 23 Oktober 2019   15:10 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prolog
Militansi Partai Nasdem dalam memperjuangkan kemenangan Jokowi dalam Pilpres tidak diragukan lagi. Publik bisa melihat bahwa mesin partai Nasdem turut bekerja untuk memenangkan Jokowi-Maaruf  Amin yang akhirnya bisa dilantik sebagai Presiden dan wakil presiden 2019-2024.

Akan tetapi, hubungan Nasdem dengan PDIP khususnya antara para bos, Surya Paloh dan Megawati malah terkesan memburuk pasca Pilpres dan penetapan. Hal ini tampak dari beberapa gejala yang ditangkap publik. Surya Paloh tidak digubris dan disalami Megawati pada saat pelantikan serta ucapan-ucapan Surya Paloh yang mencerminkan Nasdem tidak dilibatkan dalam diskusi bagi-bagi kue kekuasaan.

Publik tentu bertanya-tanya, ada apa antara Surya Paloh dan Megawati? Apakah hanya soal tidak terimanya Nasdem jika Gerindra diikutkan dalam koalisi? Atau karena posisi Jaksa Agung tidak diberikan kepada Nasdem?

Alasan itu terkesan plastis dan mudah dibaca, tetapi sesungguhnya tidak esensial jika sampai membuat hubungan SP dan Mega renggang serta PDIP dan NASDEM pecah kongsi.

Lalu apa alasan mendasar dan utama renggangnya kemesraan NASDEM dan PDIP? Mari simak bersama uraian berikut ini.

"Dinda saya akan datang membawa 10 orang lah ke DPP PKS," Kata Surya Paloh kepada Sohibul Presiden PKS.
"Bang saya aja deh yang ke NasDem," sahut Sohibul. "Gak boleh, saya harus datang ke PKS," timpal SP. "Apakah dengan pertemuan tersebut berarti NasDem akan menemani PKS di oposisi?" tanya Sohibul lebih lanjut. " Ya abang di dalam, tapi kritis," jawab SP.

Demikian tutur Sohibul menirukan percakapannya dengan Surya Paloh, yang diberitakan oleh Media massa. Pembicaraan itu berlangsung pada waktu di Senayan menghadiri pelantikan Jokowi-Ma'ruf sebagai Presiden dan Wakil.

Hasrat SP yang Bertepuk Sebelah Tangan
Pasca kemenangan Jokowi-Maaruf Amin, Surya Paloh menginginkan agar salah satu kadernya duduk di kementerian ESDM. Sudah diusulkan juga namanya Johnny G. Plate, yang juga Sekjen Nasdem. Hal ini nampak juga dalam draft susunan kabinet tidak resmi yang beredar di media sosial sebelum penetapan kabinet secara resmi. Siapa Johnny G.Plate yang digadang-gadang SP untuk menduduki kursi menteri ESDM?

Menurut informasi dari beberapa sumber, Johnny G. Plate pernah mendirikan perusahaan Cangkang Gainsford Capital Limited pada tahun 2008. Perusahaan ini bermitra dengan Mohamad Riza Chalid, strategic partners Petral. Hal ini tidak mengejutkan bagi yang tahu kedekatan mereka, mengapa ketika ulang tahun Nasdem, Mohamad Riza Chalid hadir. Padahal Riza Chalid disebut-sebut pernah terkait dengan mafia Migas.

Kepentingan Penguasaan Bisnis Energi?
Untuk diketahui, saat ini ada 22 blok migas yang kontraknya sebagian besar bakal berakhir tahun 2020. Surya Energy yang dimiliki SP, sudah mengajukan proposal ke Pemerintah untuk menguasai blok migas itu. 

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 15/2015 keberpihakan pemerintah kepada Pertamina itu menjadi prioritas untuk mengelolah kontrak yang sudah berakhir. 

Akan tetapi, peraturan itu tidak secara tegas menyatakan hak prioritas Pertamina untuk mendapatkan blok migas yang kontraknya akan berakhir. 

Artinya, bisa saja ada peluang dialihkan ke Surya Energy. Itu sebabnya SP perlu kadernya duduk di ESDM.

Tapi rencana dan harapan SP itu kandas di tangan Bu Mega. Awalnya, Menteri ESDM diserahkan kepada Pramono Anung, kader PDIP dan juga alumni Teknik Pertambangan ITB. 

Pada detik terakhir jabatan itu diberikan kepada Arifin Tasrif, alumni ITB Teknik Kimia, yang bukan dari partai politik, tetapi dari kelompok profesional. 

Sementara Johnny G. Plate dan kader Nasdem  lainnya ditempatkan di posisi yang tidak strategis bagi bisnis SP.  

Artinya Nasdem tetap bagian dari koalisi pemerintah namun bagi SP tidak akan semesra dulu lagi. Sebagaimana ungkapan dari SP kepada Sohibul Iman: "Ya abang di dalam, tapi kritis." Makanya perlu ada aliansi strategis dengan PKS yang dikenal sebagai oposisi pemerintah.

Epilog
Politik dinamis. Setiap saat berubah dan bukan tidak mungkin kabinet Jokowi ini dalam waktu singkat 3 atau 6 bulan di Reshuffle. Setiap aktor politik punya seni menekan dan membujuk agar mendapatkan apa yang mereka mau. Semua tergantung Jokowi.  Semoga Jokowi tetap istiqamah dengan target, untuk rakyat. Hanya rakyat! 

SEMOGA JOKOWI TIDAK MUDAH TUNDUK PADA TEKANAN PIMPINAN PARPOL.

Sumber:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun