Mohon tunggu...
Ramon Panduwira
Ramon Panduwira Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger

Selalu positif thinking

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Perempuan yang di Keningnya Kutanam Mawar dan Kamboja

25 November 2016   18:13 Diperbarui: 25 November 2016   18:44 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Resensi Buku 

Judul Buku  : Perempuan yang dikeningnya Kutanam Mawar dan Kamboja

Jenis Buku   : Kumpulan Puisi

Penulis        : Edrida Pulungan

Penerbit      : Peniti Media

Cetakan      : Pertama,  Sept. 2016

Tebal Buku  : xxiv + 104 halaman

Harga           : 60.000  

ISBN             : 978-602-7334-4-7

Apakah anda mencintai puisi-puisi dengan diksi penuh imajinasi, lintas logika, kaya diksi dan multi interpretasi. Karya Edrida Pulungan ini wajib anda baca. Mengapa. Dari judulnya terlihat puitiskarena puisi ini mengangkat tokoh perempuan dan alam?,Apakah ada hubungan keduanya. Perempuan dijadikan sebagai sosok mulia yang melahirkan dan menyusui dan merawat anak-anaknya. Ataukah karena perempuan adalah pusii terindah yang dikirimkan Tuhan kemuka bumi seperti endorsment kang Maman. 

Sedangkan bumi melahirkan hutan, danau, laut dan gunung. Dalam berbagai kisah epos dan sejarah. Keduanya begitu sakral dalam tujuan penciptaannya. Alam adalah ciptaan Tuhan yang dipergunakan sebaik-baikya untuk kepentingan manusia di muka bumi. Namun fenomena kerusakan alam dan lingkungan sesuatu yang sering luput dari kehidupan manusia, Hingga bencana sering melanda dan luput dari penglihatan manusia, karena sebagian dari kita telah benar-benar merusak hutan demi menghimpun kekayaan dan sungai meluap karena sampah menumpuk yang menyebabkan banjir. Hutan kita kritis dan sakit. 

Buku ini mengajak kita merefleksi sebagai manusai yang harus mencintai alam dan lingkungan. Judul buku ini adalah karya cipta puisi Edrida Pulungan yang memenangkan juara I cipta puisi tentang Kehutanan, pertanian dan lingkungan yang diadakan oleh Forest watch Indonesia Nafiri Nusantara dan dalam hal ini Edrida menuliskan beberapa fenomena tersebut dengan cara yang absurd dan kalau dibca puisi tersebut multi tafsir, serta butuh pemikiran mendalam untuk mencapai maksud setiap puisi yang dituliskan. Disitulah kekuatan bahasa diksi yang Edrida tuliskan. Menurut Nelson Dino, Penyair malaysia, Puisi edrida banyak mengandung tema sosial dan mengangkat masyarakat kecil.

Buku ini mengandung 101 buah puisi yang dibuat dalam berbagai tema mulai dari alam, hutan,perempuan, masyarakat, cinta dan perjuangan dan Tuhan. Buku kumpulan puisi antologi tunggal Edrida  yang kedua ini telah di launching di Kantor Kompas Palmerah pada bulan September 2016

Sihar Ramses Simatupang dalam pengantarnya menyampaikan ” pilihhan diksinya gamblang dan tegas, lewat puisinya  dia membuat repertoar, catatan atau percik api semangat di putarab roda berbangsa alam kehidupan negeri ini. Semacam perjalanan maklumat. Lewat tulisannya Edrida hendak berbicara tentang hidup, ketidakadilan dalam lingkungan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam buku ini, kita diajak untuk lebih peka terhadap lingkungan, tanpa mengecualikan sang Khalik, beberapa puisi nya mengandung unsur lingkungan keislaman yang kental, di antaranya: Sang Santri(hal 79), Mengecup Ramadhan ( hal 99), Sang Musyafir yang Merindu jalan pulang. Sehingga  Edin Hadzalik, sebagai pecinta puisi sufi memberikan endorsmentnya bahwa penyair Edrida Pulungan menawarkan gambar realitas yang tidak hanya berdasar pada penglihatan mata tapi juga penglihatan jiwa serta pendengaran hati, yang mana.Puisi-puisi Edrida Pulungan juga mengandung unsur  nasionalisme seperti “ Jejak sang Saka Merah Putih di Jantung Anak Bangsa ( Hal 44), Narasi Pemimpin Muda Untuk Indonesia (Hal 47). Puisi yang menggugah generasi Muda, Karena Edrida sebagai seorang Penyair telah membacakan puisi tersebut pada acara Kongres Sumpah Pemuda tanggal 27 Oktober 2016 bertempat di Gedung MPR RI yang mendapat apresiasi dari Ketua MPR RI, Bapak Zulkifli Hasan.

Kalau boleh menyimpulkan puisi ini berisi, semangat, renungan dan harapan seorang insan. Inilah kutipan yang paling menarik dalam buku ini
Kuhitung detikMenit yang membatu dan mematungMemasung sunyi bersamakuWaktuku terasabegitu lama menikam rinduPadahal sejatinya aku insane pemburuKuingin mengayuh cita dan cintaBerlari cepat Bagai kuda penarik kereta kencanaPeresensi: Ramon Panduwira

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun