Mohon tunggu...
Ramli Ondang Djau
Ramli Ondang Djau Mohon Tunggu... Administrasi - Man In Black

Ayah dari 3 putri, penikmat kopi, sate kambing dan dengkur tinggal di Gorontao

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pilkada Serentak yang Diharapkan dan Covid-19 yang "Ditakuti"

3 Juni 2020   14:12 Diperbarui: 3 Juni 2020   14:11 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Jika Pilkada dilaksanakan di bulan Desember 2020, maka dikhawatirkan kemunculan kasus terkonfirmasi positif Covid 19 baru akan membentuk kluster baru, Kluster Pilkada" Kekhawatiran yang sering mengemuka pasca terbit Perppu nomor 2 tahun 2020 menyusul Rapat Dengar Pendapat yang dilaksanakan tanggal 27 Mei 2020 lalu.

Rapat Dengar Pendapat (RDP) ini merespon pasal 122A ayat (2) Perppu nomor 2 tahun 2020 yang berbunyi :

"Penetapan penundaan tahapan pelaksanaan Pemilihan serentak serta pelaksanaan Pemilihan serentak lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas persetujuan bersama antara KPU, Pemerintah, dan Dewan Perwakilan Ralryat"

Dari kesimpulan RDP menyepakati PILKADA dilaksanakan tanggal 9 Desember 2020 dan tahapan Lanjutannya dimulai tanggal 15 Juni 2020, dengan syarat bahwa seluruh tahapan Pilkada harus dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan, berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19, serta tetap berpedoman pada prinsip-prinsip Demokrasi.

Kesimpulan RDP ini seakan memastikan kehendak pasal 201A ayat (2) Perppu Nomor 2/2020 yang ditetapkan Presiden Joko Widodo tanggal 4 Mei 2020, kita tau bersama kedudukan Perppu dalam hirarki perundang-undangan, keberlakuannya setingkat  dengan Undang-Undang dan secara otomatis merupakan perubahan ketiga atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang-Undang.

sejumlah keraguan muncul dari berbagai kalangan masyarakat, diantaranya menyoal, pantaskah pelaksanaan Pilkada ditengah ketidakpastian Covid-19 berakhir? Bagamana dengan jaminan kesehatan bagi penyelenggara, Peserta dan Pemilih?

Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 dianggap terburu-buru disaat angka terkonfirmasi Positif Covid-19 merangkak naik dan beresiko bagi Penyelenggara, peserta dan pemilih, belum lagi soal kekhawatiran politisasi Bansos Covid-19 yang dilakukan calon petahana.

Alasan akhirnya Pemerintah, DPR-RI dan Penyelenggara pemilu (KPU, Bawaslu & DKPP) menyepakati keputusan pelaksanaan Pilkada Serentak di tangal 9 Desember 2020 adalah selain landasan yuridis tertuang pada pasal 201A Perppu no 2/2020 (meski peluang dijadwalkan kembali ada), KPU telah menerima jawaban Surat Gugus Tugas No. B.196/KA GUGUS/PD.01.02/05/2020 lembaga yang saat ini mempunyai kewenangan menangani Covid-19 menyarankan dalam angka (3) surat tersebut KPU dapat menindaklanjuti amanat ayat (2) pasal 201A Perppu No. 2/2020 dengan syarat dilaksanakan dengan protocol kesehatan di setiap tahapannya, dan juga keputusan ini diambil melalui rapat yang melibatkan semua pihak yang berwenang.

pasca terbit Surat Keputusan KPU no 179/PL.02-Kpt/01/KPU /III/2020, tanggal 21 Maret 2002, praktis ada 4 tahapan yang ditunda yaitu : Pertama, Tahapan Pelantikan PPS 22 Maret 2020; Kedua, Verifikasi Syarat Dukungan Calon Perseorangan; Ketiga, Pembentukan PPDP 26 Maret 2020 s.d. 15 April 2020; dan Keempat, Pemutahiran dan penyusunan daftar pemilih.

Jika merujuk pada hasil RDP tanggal 27 Mei lalu dimana tahapan Pilkada dimulai sejak tanggal 15 Juni, maka empat tahapan diatas adalah tahapan terdekat saat ini.

Keempat tahapan itu yang dalam kondisi normal dilakukan dengan interaksi intens dengan melibatkan banyak orang. misalnya saja untuk tahapan Verifikasi Faktual calon Perseorangan, ini dilakukan dengan metode sensus sebagaimana bunyi Undang-Undang No 10 tahun 2016 pasal 48 ayat (6):

"Verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dilakukan dengan metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon"

Verifikasi yang dilakukan dengan door to door dari rumah ke rumah, dari pemilih yang satu ke pemilih yang lain, adalah sebuah keniscayaan, verifikator harus menemui langsung pemilih yang menyatakan dukungan, apalagi ada dokumen dukungan yang harus dibubuhi tandatangan pemilih.

Dan hal ini diperkuat dengan ancaman pidana jika tidak dilaksanakan sebagaimana tertuang pada pasal 177 dan 185 UU No. 10 Tahun 2016.

Tentunya di masa Pandemi sekarang ini hal diatas Unpredictable, apalagi ditangah resonansi ketakutan masyarakat akan Covid-19 begitu besar seiring pemberitaan dan broadcasting media sosial terhadap bahaya corona semakin memperjelas ketakutan masyarakat akan virus ini.

Bagaimanapun alasannya pemberitaan media berdampak psikosomatis pada sebagian masyarakat karena kekhawatiran yang luarbiasa akan corona ini

Penyelenggaraan tahapan Pilkada Serentak lanjutan sebagaimana amanat Perppu No. 2/2020 telah setidaknya membuka ruang mobilisasi interaksi penyeleggara, peserta dan pemilih, sehingganya regulasi harus bisa menggaransi kesehatan dan keselamtan Penyelenggara, peserta dan pemilih tersebut.

Pilkada Serentak dan penanganan Covid-19 sama-sama menyangkut hak warga Negara, namun keselamatan rakyat diatas segalanya sebagaimana kata mendiang Cicero "Salus Populi Supema Lex Esto" Keselamatan Rakyat adalah Hukum tertinggi, oleh karenanya pelaksanaan setiap Tahapan Pilkada harus bisa menjamin kesehatan dan keselamatan rakyat ini.

Tidak mudah memang menyelenggarakan Pilkada di tengah Pandemi apalagi dengan resonansi ketakutan akan wabah ini cukup besar melanda masyarakat.

Untuk menjawab kekhawatiran itu KPU beserta jajaranya sampai ke KPU Kabupaten/kota telah memetakan problem keunikan pilkada serentak ini ditengah pandemi dengan tetap berkoordinasi dengan Gugus tugas Covid-19. Hasilnya, setiap detil tahapan diperhitungkan dan disesuaikan dengan protocol penanganan Covid-19.

Guna menjamin kesahatan dan keselamatan semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada serentak, maka semua problem tahapan yang di adaptasi dengan kondisi New Normal dan disesuaikan dengan protokol kesehatan di tengah pandemi dituangkan dalam Draft Peraturan KPU, yang juga sebagai amanah pasal 122A ayat (3) Perppu Nomor 2/2020, berkonsekuensi pada peningkatan Anggaran Pemilihan.

KPU mengusulkan kebutuhan APD dan logistik untuk pemilih dan penyelengara Pemilihan sebanyak kurang lebih Rp. 536 miliar, ini juga belum termasuk peningkatan anggaran akibat penambahan TPS yang juga secara otomatis menambah jumlah personil KPPS yang harus di-APD-kan.

Fantastis memang, namun untuk mempertegas esensi pilkada serentak menuju Demokrasi Substansial ditengah pandemi dengan tetap menjamin Kesehatan Penyelenggara, Peserta dan Pemilih tentu tidak murah, peningkatan Anggaran adalah keniscayaan.

Ditambah lagi KPU harus bekerja supermaksimal untuk peningkatan partisipasi masyrakat (walaupun sebenarnya tidak ada jaminan Pilkada "unik" ini partisipasinya akan melebihi Pilkada atau Pemilu sebelumnya atau minimal sama), materi sosialisasinya bukan hanya soal Pilkada dan peningkatan partisipasi pemilih, tetapi juga informasi soal Covid-19 lengkap dengan metode dan cara pencegahannya menjadi keharusan.

Masyarakat harus terus diberi pemahaman tenteng Covid-19 dan penanganannya, social distancing, jangan berjabat tangan, larangan berkerumun, pakai masker, sering cuci tangan dengan sabun dan menggunakan hand sanitizer, Adalah materi-materi dasar sosialisasi yang wajib disampaikan.

Pun juga memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa Penyelenggara pemilu yang akan berinteraksi dengan pemilih adalah benar-benar selektif secara kesehatan dan bebas dari Covid-19.

Harapannya adalah Pilkada serentak tidak lagi diintepretasikan sebagai demokrasi porsedural, tetapi hakekatnya menuju demokrasi yang substansial, dengan indikator pemenuhan hak-hak rakyat dan menentukan nasib pembangunan Daerahnya sendiri, sehingga keterlibatan masyarakat secara langsung adalah wujud dari upaya pemenuhan hak-hak politik rakyat dalam menentukan arah pembangunan Daerahnya masing-masing.

Pada akhirnya, penyelenggaraan Tahapan Pilkada di tengkah pandemi dengan protokol kesehatan dan menghalangi inveksi virus kepada Penyelenggara, Peserta dan Pemilih, bisa terlaksana dengan baik, karena kunci dari Pilkada Serentak lanjutan ini adalah PROTOKOL KESEHATAN.

Sehingga  baik pelaksanaan Pilkada Serentak maupun penanganan pencegahan Covid-19 yang sama-sama adalah Hak Warga Negara berjalan sesuai prosedur dengan mengutamakan Keselamatan Masyarakat. Karena lagi-lagi, KESELAMATAN RAKYAT ADALAH YANG UTAMA. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun