Mohon tunggu...
Ramli Ondang Djau
Ramli Ondang Djau Mohon Tunggu... Administrasi - Man In Black

Ayah dari 3 putri, penikmat kopi, sate kambing dan dengkur tinggal di Gorontao

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

The New Normal yang "Abnormal"

27 Mei 2020   22:59 Diperbarui: 28 Mei 2020   08:04 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belakangan ramai diperbincangkan penerapan The New Normal Life pasca Pemerintah mulai mewacanakan Hidup Berdampingan dan "berdamai" dengan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Disadari atau tidak kehadiran Virus Corona ini telah berdampak serius bagi kehidupan bermasyarakat, corona telah berhasil menggerogoti sendi-sendi kehidupan disemua daerah diberbagai lini dan semua aspek. 

Saat ini Data Kasus Positif Covid 19 tanggal 27 Mey 2020 bertambah 686 sehingga menjadi 23.851, dengan posisi pasien sembuh diangka 6.057 sekitar 25% lebih dari pasien terkonfirmasi positif, sementara pasien meninggal sejumlah 1.473 atau sekitar 6% dari terkonfirmasi.

Angka tersebut akan terus menanjak, entah sampai di hitungan berapa virus ini mengancam manusia. Sejumlah pakar dan ahli dengan melalui permodelan memprediksikan perkiraan puncak wabah, tentunya dengan tawaran konsep pencegahan transmisi penyebarannya. Prediksinya pun beragam.

Pada tanggal 13 Maret 2020 Badan Intelejen Negara (BIN) memprediksikan puncak penyebaran wabah terjadi di buln Mei 2020 dengan kemungkinan 60-80 hari sejak kasus pertama, ITB dengan simulasi permodelan sederhana seperti dilansir Kompas.com (03/04/2020) mengestimasi puncak persebaran virus tersebut pada sekitar akhir mei atau awal Juni, dan beberapa perkiraan serupa.

Faktanya, angka-angka di atas terus bertambah merangkak naik dari hari ke hari, bahkan daerah yang dengan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diharapkan bisa paling tidak mengendalikan persebaran Covid 19 ini, namun pada kenyataannya masih ikut "menyumbang" angka-angka terkonfirmasi positif.

Menyusul kemudian Pemerintah mempersiapkan penerapan konsep The New Normal atau Tatanan hidup Normal yang baru di awal Juni 2020, ada 4 Provinsi dan 25 Kabupaten/Kota yang dipersiapkan untuk tahap pertama penerapan Tatanan Hidup Normal Baru. 

Apakah ini kemudian diterjemahkan sebagai respon dari relaksasi PSBB yang ketat namun "dinilai" tidak berhasil mengendalikan laju kenaikan kasus terkonfirmasi? atau mungkin sikap "menyerah" dan bersedia berdamai terhadap kasus terkonfirmasi Positif yang kian menanjak?

Yang pasti pada Penerapan Tatanan Hidup Normal Baru nanti kita akan di "paksa" beradaptasi dengan ke'tidakbiasa'an yang sering kita lakukan, kehidupan kaku mengikuti protokol kesehatan.

Kita akan terbiasa sering mencuci tangan, menerapkan pola hidup bersih dan sehat, selalu menggunakan masker, jaga jarak, tidak berjabat tangan, menghindari kerumunan, bahkan nantinya akan kita jumpai tempat-tempat umum seperti kantor-kantor pelayanan publik dengan protokol kesehatan.

Seperti contoh pada masa PSBB kemarin saya jumpai salah satu kantor pelayanan publik Konsumen berjubel diluar kantor, yang tadinya dimasa normal konsumen antrinya didalam kantor, dengan penerapan pembatasan sosial jumlah konsumen dalam kantor di batasi, tetapi membiarkan konsumen diluar kantor ngantri dengan melanggar protocol kesehatan.

Kondisi yang sama juga saya dapati di beberapa kantor pelayanan publik milik pemerintah. Hal-hal yang kita anggap di masa normal adalah abnormal, dimasa New Normal akan menjadi standard dan disiplin dibiasakan.

Dan sadar atau tidak penerapan The New Normal nanti akan menjawab diskurs tentang transisi sosialogis manusia yang dikemukakan Marx, Weber, Comte dan Durkheim lewat teori-teori klasik tentang perubahan sosial.

Perlahan kita dihantar pada Perubahan perilaku, perubahan pola fikir dan kebiasaan, masyarakat akan mulai meninggalkan tradisi-tradisi, budaya dan kebiasaan dimasa Normal sebelum Covid 19 dan akan secara konsiten menerapkan pola hidup baru.

System kekerabatan mulai diabaikan, penerapan Physical distance, menghindari kerumunan, jaga jarak, jangan berjabat tangan, seakan diarahkan memperkuat kecenderungan manusia yang Individualistis. Semua akan terlihat seperti berbeda dari biasanya (Abnormal). sampai kemudian kita benar-benar terbiasa dan menganggap semua ini adalah Normal yang baru.

Menuju Tatanan Hidup normal yang baru adalah keniscayaan ditengah ketidakpastian grafik perkembangan kasus terkonfirmasi positif corona. Namun kiranya penerapannya harus tetap memperhatikan rambu-rambu dari 6 syarat The New Normal yang dilansir WHO untuk Negara-negara yang mulai menerapkannya.

Setidaknya ada beberapa catatan atas pemberlakuan The New Normal menurut pandangan saya yaitu : Pertama, Penerapan Tatanan hidup Normal haruslah terukur dengan sajian data yang transparan dan menyeluruh, pelaporannya juga transparan agar kita bisa mengetahui sejauh mana pemerintah mengendalikan penyebaran kasus corona, sebagaimana yang disyaratkan WHO.

Selama ini kasus kematian yang dilaporkan hanyalah pasien yang sudah terkonfirmasi positif melalui tes PCR, sedangkan kasus kematian bagi pasien yang terkonfirmasi positif melalui rapid tes baik itu ODP maupun PDP tidak dilaporkan.

Angka-angka terus naik, sementara dalam rilis syarat New Normal oleh WHO adalah Pemerintah bisa membuktikan kasus terkonfirmasi positif bisa dikendalikan, dalam artian grafiknya menunjukkan penurunan. Faktanya, kasus positif terus menanjak dan masih belum masuk pada masa puncak penyebaran seperti yang banyak diprediksikan para ahli

Kedua, imbauan pemerintah terkait persiapan menuju The New Normal masih berfokus pada bentuk kesadaran sosial masyarakat dengan selalu mematuhi anjuran protokol kesehatan.

Di sisi lain justru 6 syarat yang di rilis WHO menitikberatkan pada peran pemerintah pada penerapanya, tidak hanya ketersediaan Fasilitas Kesehatan beserta alat uji kesehatan, tetapi juga pemerintah harus ikut concern terhadap pengetatan pelaksanaan protokol kesehatan dengan perkuat regulasi, terutama untuk lokasi-lokasi yang berpotensi kerumunan, juga pemerintah harus bisa menyediakan fasilitas cuci tangan di ruang-ruang publik.

Ketiga, pedoman transisi harus terpenuhi dan benar-benar "terdelivery" ke masyarakat dengan baik, sosialisasi dan pengetatatan protokol kesehatan ke masyarakat harus sering di evaluasi sehingga akan lahir formula-formula baru dalam penerapan The Normal Baru sampai dengan vaksin ditemukan.

Keempat, penerapan The New Normal secara bertahap selain alasan "berdamai" dengan Covid 19 dan pemulihan ekonomi diharapkan bisa mengendalikan laju penyebaran Covid 19, namun demikian pemerintah juga harus bisa mepersiapkan potensi kemunculan gelombang kedua inveksi corona. Semoga saja TIDAK.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun