Mendikbud Nadiem Makarim meniadakan Ujian Nasional (UN) dan ujian kesetaraan pada 2021. Kelulusan dan kenaikan kelas di tentukan dengan  sistim yang petunjuk teknisnya oleh Kemendikbud. Kesimpulannya sekolah masih belum bisa dibuka .
Indonesia tidak sendiri. Dari laman UNESCO, Â lebih dari satu miliar peserta didik di dunia yang mengalami imbas dari penutupan sekolah .
Sekitar 60,5 persen pelajar di dunia yang terdampak sedikitnya di 105 negara. Sebuah kerugian besar bagi dunia pendidikan terutama di negara yang masih timpang sistim kependidikannya.
Secara pribadi  saya melihat, banyak siswa sekolah terutama  tingkat dasar yang bermain dilingkungan tanpa menjaga jarak dan masker akibat waktu luang yang mereka dapatkan karena tidak bersekolah. Sebagai orang awam, saya berpendapat, ini tidak dapat dibiarkan terlalu lama.Â
Mungkin membatasi murid, hanya 50 persen kapasitas dikelas dengan belajar bergantian (ganjil genap) dan protokol kesehatan yang ketat.
Korea Selatan layak dicontoh. Sekolah tatap muka di Korea Selatan, anak-anak sekolah makan siang tanpa suara, belajar satu sama lain, menghadap layar plastik yang memisahkan mereka dari teman-teman.Â
Suhu tubuh diperiksa setiap pagi di rumah dan di gerbang sekolah. Menurut UNESCO, setidaknya ada 29 negara yang masih atau telah membuka kembali sekolah-sekolahnya.
Sekolah tersebut adalah Jepang, Australia, Selandia Baru, Papua Nugini ,Korea Utara, Korea Selatan, Vietnam, Laos, Timor Leste, Turkmenistan, Israel, Siprus, Botswana, Burundi , Nigeria, Belarus, Kroasia, Perancis, Austria, Swiss, Estonia, Swedia, Denmark, Uruguay, Ekuador, Nikaragua, Islandia dan Greenland
Negara negara di Eropa yang menutup sekolah selama pandemi memperdebatkan kapan dan bagaimana membuka sekolah.
Semakin banyak penelitian menunjukkan bahwa ada cara untuk melakukan ini dengan aman. Kuncinya adalah kewaspadaan terhadap kebersihan dan jarak fisik, dan yang terpenting, tingkat penyebaran virus yang rendah di masyarakat.
Sekolah bisa menjadi tempat berisiko tinggi, kata Young June Choe, seorang ahli epidemiologi di Universitas Hallym di Chuncheon, Korea Selatan.Â