Untuk meredam polemik yang dihadirkan oleh era post-truth dan kebebasan informasi terhadap Sila Kedua, diperlukan beberapa langkah konkret. Pertama, meningkatkan literasi media di kalangan masyarakat. Masyarakat harus diajari untuk mampu membedakan antara informasi yang valid dan disinformasi. Pemahaman tentang sumber-sumber informasi yang kredibel dan cara mengkritisi konten menjadi kunci agar informasi yang diterima tidak melanggar prinsip keadilan dan adab kemanusiaan.
Kedua, regulasi terhadap penyebaran informasi palsu harus diperketat. Pemerintah dan platform digital perlu bekerja sama untuk memfilter konten-konten yang berpotensi merusak tatanan sosial dan menodai nilai-nilai kemanusiaan. Tentu saja, ini harus dilakukan dengan tetap menghormati kebebasan berpendapat, namun kebebasan tersebut tidak boleh mengorbankan prinsip keadilan dan kemanusiaan.
Ketiga, penting untuk mempromosikan dialog yang sehat dan konstruktif di tengah masyarakat. Dialog antar kelompok dengan pandangan yang berbeda harus difasilitasi dengan cara yang adil dan beradab, sesuai dengan semangat Sila Kedua. Dialog ini perlu didasarkan pada fakta, penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta kesadaran akan pentingnya persatuan nasional.
Kesimpulan
Polemik Sila Kedua di era post-truth dan kebebasan informasi menantang kita untuk mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan di tengah derasnya arus informasi yang sering kali tidak terverifikasi. Kemanusiaan yang adil dan beradab harus menjadi landasan dalam menyikapi perbedaan pendapat, terutama di ruang publik yang semakin terbuka. Literasi media, regulasi yang tepat, dan dialog yang sehat adalah kunci untuk memastikan bahwa kebebasan informasi dapat menjadi alat yang memperkuat, bukan merusak, nilai-nilai kemanusiaan yang kita junjung tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H