Mohon tunggu...
Ramdani Ardiansyah
Ramdani Ardiansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 universitas pendidikan Indonesia

Hobi saya olahraga yaitu sepak bola/futsal. Konten ku sukaan yaitu konten berbau filsafat atau politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bahaya Fobia Sosial Terhadap Kesehatan Mental

2 November 2023   09:16 Diperbarui: 2 November 2023   09:41 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia tidak akan mampu hidup seorang diri tanpa bantuan yang lainnya, karena tuhan menciptakan manusia untuk hidup bersama saling mengenal, hidup berbangsa-bangsa dan bersuku-suku (Q.S al hujarat ayat 13). Selain mahluk individual Manusia juga adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain dan tidak bisa dipisahkan dari interaksi sosial atau dilepaskan dari hubungan satu sama lain dalam kehidupan sehari hari. Manusia dituntut untuk beradaptasi menghadapi lingkungan, manusia diharapkan tidak bersifat pasif tetapi berperan aktif dalam interaksi sosial sehingga terjalin hubungan baik antar satu individu dengan individu yang lain. Terjadinya interaksi sosial disebabkan oleh rasa ingin tahu manusia terhadap lingkungan sekitarnya dan ingin mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya. manusia akan senantiasa selalu berinteraksi satu sama lain baik disadari maupun tidak untuk selalu memenuhi kebutuhan dalam kehidupannya. (Iffah, F., & Yasni, Y. F. 2022)

Menurut Hansa, W., & Putra, B. J. (2023) menjelaskan bahwa Istilah “interaksi sosial” mengacu pada hubungan dimana seseorang mempengaruhi orang lain atau seseorang yang memiliki kekuatan untuk mengubah prilaku orang lain. Bisa juga berakibat baik jika orang tersebut berinteraksi dengan lingkungan yang baik atau sebaliknya jika orang tersebut berinteraksi dengan lingkungan yang buruk. Maka hasilnya  akan berdampak negatif juga padanya. Namun tidak semua orang dapat berinteraksi kepada lingkungan sekitarnya dengan baik, beberapa individu mempunyai masalah merasa kesulitan untuk terlibat dan cenderung menarik atau menutup dirinya dari kehidupan sosial. Orang yang kesulitan berinteraksi sosial biasanya mempunyai masalah pada masalalunya berupa trauma atau karena prasangka buruk dari dirinya sehingga merasa ketakutan untuk berinteraksi atau disebut juga “Fobia Sosial”.

Fobia sosial atau disebut juga kecemasan sosial adalah ketakutan yang kuat dan terus menerus terhadap lingkungan atau situasi sosial. Paparan yang terjadi secara terus menerus terhadap situasi sosial yang ditakuti dapat menimbulkan respon kecemasan sosial meskipun bukan suatu kondisi atau objek yang membahayakan (Cassin, Riskind, & Rector, 2012; Hariyati, R. T. S. 2018). Fobia Sosial adalah ketakutan yang sangat kuat terhadap situasi sosial atau keramaian sehingga mereka mungkin menghindari situasi sosial, atau menghadapinya dengan stres yang ekstrem. Rasa takut yang terjadi dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan dapat menyebabkan fobia yang berdampak signifikan terhadap kesehatan mental yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari seperti pekerjaan atau aktivitas lain yang berhubungan dengan orang lain. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan karena seringkali membuat pengidapnya mengisolasi diri, lebih parahnya jika dibiarkan saja maka akan menjadikan masa depan individu suram dan tidak terarah, dari fobia bisa menjadi stress dan lebih beratnya menimbulkan depresi   (Waring & Challis, 2014; Cassin et al., 2012). 

Menurut Hanifa, R., & Santoso, M. B. (2016). Banyak Individu, terutama remaja dalam masa pertumbuhan fisik dan psikologis, menderita fobia sosial. Kecemasan terhadap lingkungan sosial membuat cara berfikir/kognisi individu menjadi menyimpang merupakan akar penyebab fobia sosial. Nasriati, R. (2011) mengemukakan bahwa Fobia sosial lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki. 

Rasa takut biasanya disebabkan oleh kekhawatiran akan mengatakan atau melakukan sesuatu yang memalukan atau karena menunjukkan gejala kecemasan yang mungkin diperhatikan orang lain. Orang dengan kecemasan sosial ini mungkin merasa kesulitan untuk menyelesaikan pendidikannya, mengembangkan kariernya, atau terlibat dalam pekerjaan atau aktivitas lain yang mengharuskannya berinteraksi dengan orang lain. Saat mempersiapkan interaksi sosial, penderita mungkin minum alkohol atau menggunakan obat penenang, atau memutuskan untuk tinggal di rumah (Sukamto, M. E. 2011). 

Penyebab terjadinya fobia sosial ini adalah faktor keturunan genetik dari orang tua yang mengidap fobia sosial, kelainan struktur otak, pengaruh lingkungan, ada juga pengalaman trauma dan mengalami tindakan tidak menyenangkan, korban bullying dan faktor diri sendiri yang selalu menganggap dirinya mempunyai kekurangan dan selalu merendahkan dirinya atau overthingking. (Analisah,  I. S,  2017).

Kesimpulannya, Fobia sosial, juga dikenal sebagai gangguan kecemasan sosial, adalah kondisi di mana seseorang merasa cemas, takut, dan khawatir berlebihan terhadap situasi sosial atau performa di depan orang lain. Fobia sosial dapat memiliki dampak serius pada kesehatan mental seseorang. Mentalnya terganggu sehingga menyebabkan individu mengisolasi diri, cemas berlebih, gangguan terhadap aktivitas sehari-hari, penurunan diri dalam karir, kualitas hidup yang buruk dan masa depan yang suram. 

Penting untuk diingat bahwa fobia sosial dapat disembuhkan. Teknik psikoterapi seperti terapi perilaku kognitif (CBT) dan terapi eksposur, serta beberapa obat, dapat membantu penderita mengatasi gejala dan meningkatkan kesejahteraan mentalnya. Penting untuk mendapatkan bantuan profesional jika ada seseorang yang menderita kecemasan sosial untuk mengatasi masalah ini dan meningkatkan kesehatan mental. Mental sehat maka aktivitas dapat dilakukan secara maksimal dan masa depan akan cerah dan dapat terlaksana.

Referensi

Analisah,  I.  S.  (2017).Trauma  Psikologis  Tokoh  Utama  dalam  Novel  Matahari  untuk Lily  Karya  Rini  Zabirudin(Doctoral  dissertation,  Universitas  Muhammadiyah Surabaya)

Cassin, S. E., Riskind, J. H., & Rector, N. A. (2012). Phobias. In Encyclopedia of Human Behavior (pp. 103–108). https://doi.org/10.1016/B978-0-12-375000-6.00277

Hanifa, R., & Santoso, M. B. (2016). Cognitive restructuring dan deep breathing untuk pengendalian kecemasan pada penderita fobia sosial. Share: Social Work Journal, 6(2), 230.

Hansa, W., & Putra, B. J. (2023). Penerapan Cognitive Behavior Therapy Untuk Mengatasi Fobia Sosial (Studi Kasus Pada Klien “Y” Di Desa Pedamaran). Journal of Society Counseling, 1(1), 26-35

Hariyati, R. T. S. (2018) PENGGUNAAN VIRTUAL REALITY EXPOSURE THERAPY PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN KECEMASAN: FOBIA SOSIAL

Iffah, F., & Yasni, Y. F. (2022). Manusia Sebagai Makhluk Sosial. Lathaif: Literasi Tafsir, Hadis Dan Filologi, 1(1), 38-47.

Nasriati, R. (2011). Kesehatan Jiwa Remaja. Jurnal Florence Vol. II No. 4 Juli 2011, 2(4).

Sukamto, M. E. (2011). Fobia= Takut?. Surabaya Post, 8.

Waring, C., & Challis, S. (2014). Understanding Phobia. London: Mind.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun