Rencana Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menggelar Ujian Nasional (UN) secara online pada tahun ini nampaknya tidak akan berjalan mulus. Pasalnya, beberapa daerah secara tegas menyatakan ketidaksiapannya untuk melaksanakan salah satu program pemerintah yang dianggap prestisius tersebut. Adapun ketidaksiapan infrastruktur pendukung menjadi faktor utama yang dikeluhkan oleh sekolah. Terbatasnya jumlah komputer yang dimiliki serta tidak tersedianya akses internet secara memadai, merupakan kendala tersebesar yang dihadapi saat ini. Kemendikbud sendiri telah menetapkan sebanyak 500 sekolah untuk menjadi pilot project ujian menggunakan Computer Base Test (CBT) tersebut.
Dalam pandangan penulis, apa yang dicanangkan oleh Kemendikbud merupakan sebuah langkah maju dalam bidang pendidikan. Saat ini pemanfaatan teknologi informasi untuk kepentingan pendidikan memang telah menjadi sebuah kebutuhan. Selain memiliki tingkat akurasi yang sangat tinggi dalam melakukan proses pengolahan data, ujian dengan sistem CBT tersebut mampu menekan biaya yang harus dikeluarkan sehingga lebih efisien. Penggandaan soal ujian serta pengamanannya merupakan dua komponen yang menghabiskan anggaran cukup besar setiap kali hajatan tahunan tersebut digelar.
Namun demikian, pemerintah pun hendaknya tidak tergesa-gesa dalam menerapkan evaluasi model baru tersebut. Kesiapan sarana dan infrastruktur pendukung hendaknya tetap dijadikan pertimbangan utama dalam menentukan sekolah-sekolah yang akan dijadikan pilot project. Hal ini dikarenakan tidak semua sekolah rintisan benar-benar siap melaksanakan UN online, terlebih pasca dihapuskannya mata pelajaran TIK dalam struktur Kurikulum 2013. Untuk itu sekolah-sekolah yang akan melaksanakan UN online pada tahun ini sebaiknya tidak ditentukan oleh pemerintah, melainkan didasarkan pada kesiapan mereka untuk melaksanakannya. Dalam hal ini pemerintah hanya melakukan verifikasi terhadap sekolah-sekolah yang menyatakan kesiapannya untuk kemudian memfasilitasinya.
Adapun untuk menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan, Kemendikbud hendaknya tidak bekerja sendiri. Peran pemerintah daerah dalam menyediakan sarana pendukung bagi sekolah-sekolah yang ada di wilayah kerjanya, sangat dibutuhkan. Selain itu koordinasi dengan kementerian lain pun mutlak dilakukan demi kelancaran UN online perdana tersebut. Dalam hal ini Kemendikbud dapat menggandeng Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kemkominfo) untuk menyediakan jaringan khusus bagi sekolah-sekolah yang akan menyelenggarakan UN secara online.
Berdasarkan penjelasan di atas, ada baiknya UN online tersebut hanya diberlakukan bagi sekolah-sekolah yang benar-benar siap saja. Kesuksesan mereka dalam menyelenggarakan hajatan tahunan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya tersebut akan memberikan semangat bagi sekolah-sekolah lainnya untuk melaksanakan ujian serupa di tahun berikutnya. Sebaliknya, apabila terobosan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut ternyata tidak lebih baik dari sebelumnya, dapat dipastikan di tahun-tahun berikutnya tidak akan ada lagi sekolah yang bersedia menyelenggarakannya. (Dimuat di Harian Umum Republika, 06 Maret 2015)
Ramdan Hamdani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H