Keputusan Bupati Purwakarta melarang enam Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) swasta yang terlibat tawuran untuk membuka pendaftaran siswa baru tahun ini, menuai protes keras dari berbagai pihak. Selain dianggap menyulitkan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang berikutnya, Surat Keputusan (SK) bupati tersebut dinilai tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan dianggap bertentangan dengan Peraturan Daerah Purwakarta tentang penyelenggaraan pendidikan. Selain itu keputusan tersebut juga dinilai diskriminatif karena sanksi hanya diberlakukan bagi sekolah swasta namun tidak untuk yang berstatus negeri.
Jika kita cermati lebih jauh, ada tiga pihak yang bertanggungjawab atas keberhasilan proses pendidikan, yaitu sekolah, pemerintah dan orangtua. Ketiga pihak ini perlu bersinergi satu sama lainnya untuk dapat menghasilkan output sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu saja tidak berjalan baik, bisa dipastikan output yang dihasilkan pun akan bermasalah.
Pada kenyataannya, sekolah justru dijadikan satu-satunya pihak yang paling bertanggungjawab dalam proses pendidikan anak. Baik atau buruknya prestasi akademik dan non akademik anak seakan-akan hanya ditentukan oleh peran guru dalam mendidik mereka. Sementara orang merasa bahwa kewajiban mereka hanya sebatas membayar iuran bulanan dan uang jajan anaknya. Padahal orangtua seharusnya tidak bersikap demikian.
Sekolah pada dasarnya merupakan rumah kedua bagi anak dalam mencari sebagian bekal kemampuan untuk bertahan hidup. Sementara tempat “pendidikan” yang sebenarnya justru berlangsung dalam keluarga. Dalam hal ini rumah merupakan tempat utama bagi anak dalam menjalani proses pendidikan dimana orangtua berperan sebagai guru yang paling utama.
Selain itu orangtua pun berkewajiban membentengi anaknya dari berbagai hal dapat mengganggu perkembangannya. Melindungi anak dari berbagai tayangan yang berbau kekerasan maupun pornografi adalah hal yang harus dilakukan oleh orangtua. Maraknya kasus tawuran antar pelajar maupun pergaulan bebas di kalangan remaja bisa jadi akibat kelalaian orangtua dalam menjaga anaknya. JIka demikian halnya, mengapa sekolah yang pada akhirnya harus menanggung beban dari para orangtua yang tidak bertanggungjawab semacam ini ?
Oleh karenanya sangat tidak adil jika pemerintah hanya memberikan sanksi kepada sekolah tanpa mempertimbangkan apakah orangtua telah melaksanakan tugasnya dengan benar. Melakukan evaluasi serta memberikan pengarahan secara berkala kepada orangtua seharusnya terlebih dahulu dilakukan oleh pemerintah sebelum benar-benar memberikan sanksi kepada sekolah. Dengan begitu orangtua pun akan “dipaksa” untuk berpartisipasi aktif dalam mendidik anaknya dan tidak lagi hanya berperan sebagai penonton. Semoga.
Ramdhan Hamdani
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H