“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”
Itulah bunyi pasal UUD 1945 dan itu menunjukkan bahwa segala kekayaan yang ada di Indonesia itu haruslah digunakan untuk kemakmuran masyarakat Indonesia dan saya sangat setuju dengan hal itu. Namun, ada satu hal yang sering dilupakan oleh masyarakat Indonesia, kekayaan yang terkandung di dalam negeri Indonesia ini sifatnya terbatas.
BBM, masalah polemik yang akhir-akhir ini sering dibahas, juga persediaannya terbatas. Saya tidak tahu apakah informasi mengenai pasokan BBM yang tidak akan habis hingga akhir tahun itu benar atau tidak. Namun satu hal yang saya amini adalah, penggunaan BBM di Indonesia ini tergolong besar. Bahkan mungkin bisa saya bilang "disia-siakan". Jika ditunjuk satu per satu orangnya, tentunya tidak akan ada yang mengaku.
Sering saya melihat bahwa kebanyakan orang Indonesia itu manja, malas berjalan. Mau ke pasar, warung makan, warung kelontong, dll, mereka akan menggunakan sepeda motor. Jika mereka sedikit lebih kaya, mobil lah yang akan mereka pakai. Sebagai contoh, teman saya selalu menggunakan motornya untuk pergi ke warung yang jaraknya tidak sampai 500 m. Alasannya? Capek.. Dan saya yakin, banyak orang yang melakukan hal seperti itu. Jika 50% orang melakukan hal itu setiap hari, bisa dibayangkan berapa banyak BBM yang terbuang sia-sia?
Kembali lagi ke Pasal 33 UUD 1945, BBM memang milik rakyat Indonesia. Tapi rakyat Indonesia juga berkewajiban untuk berpikir bagaimana supaya stok BBM itu selalu ada. Analoginya seperti ini, jika sebuah keluarga punya 10 kg beras untuk sebulan, mereka kan pasti tidak akan membuang-buang beras tersebut karena memang harus habis untuk sebulan. Caranya? Ya menggunakan seperlunya saja. Jika tidak urgent, ya beras itu jangan dimasak. Seperti itulah.
Intinya, sebagai masyarakat Indonesia, belajarlah menghemat BBM. Jika ada orang lain yang tidak menghemat, biarkan saja. Yang penting kita sudah melakukan menghemat BBM. Jangan merasa bahwa terjadi ketidakadilan. Caranya? Pergunakan angkutan umum. Belilah sepeda untuk pergi ke tempat yang agak jauh. Jika ingin pergi ke tempat yang dekat, biasakan jalan kaki.
Saya yakin, pemimpin sebagus apapun kalo yang dipimpin itu kualitasnya jelek, hasilnya tidak akan terlalu bagus. Begitupun juga sebaliknya. Dan lebih parah lagi, jika pemimpinnya jelek, dan kualitas yang dipimpinnya juga jelek. Makanya, jadikanlah kita menjadi masyarakat yang berkualitas tinggi, jadi tidak terlalu menggantungkan diri pada pemerintah.
NB: Menghujat pemerintah tidak akan memberikan manfaat. Akan lebih bermanfaat jika, berefleksi dan berubah menjadi lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H