Secara personal saya tidak mengenal kedua orang itu. Hanya mengenalnya melalui media massa dan televisi.
Saya membuat surat ini, atas dasar keprihatinan dan rasa solidaritas sebagai manusia dan perempuan.
Kasus yang sudah 8 tahun  (2010) berlalu itu tiba-tiba membuat mata saya tidak berkedip membaca berita media massa. Kasus itu ternyata belum selesai.Â
Sebagai perempuan, saya dapat merasakan betapa dahsyatnya tekanan psikologis terhadap dua orang itu. Padahal mereka adalah korban.
Ketika kasus itu pertama kali diungkap, hampir seluruh media massa, koran, majalah, radio, televisi dan media online tanpa ampun menuliskannya secara gamblang. Mulai dari nama inisial, nama lengkap, foto sampai video itu sendiri dibeberkan. Bahkan video itu sampai sekarang masih beredar.
Keduanya telah mendapatkan hukuman sosial yang sangat berat. Bukan hanya mereka, tetapi juga keluarga dan handai taulannya.
Keduanya adalah korban, yang gambarnya direkam oleh pihak pria yang sudah menjalani hukuman penjara. Mengapa saat pelaku pria itu diadili tidak sekalian mengadili kedua perempuan itu kalau memang bersalah, sehingga permasalahannya selesai dan tidak berkepanjangan seperti sekarang.
Sekarang mereka kembali dihukum secara sosial, setelah adanya permohonan praperadilan karena kasusnya belum selesai. Permohonan SP3 itu dapat dimengerti, agar kasus itu dihentikan.
Sebagai perempuan, sama dengan Ibu Iriana, Mbak Kahiyang dan cucu terbaru Bapak Presiden Joko Widodo, saya memohon, agar Bapak Presiden memerintahkan Bapak Kapolri untuk menghentikan kasus kedua perempuan tersebut.
Dalam persoalan ini saya memang mengharapkan Bapak Presiden melakukan intervensi hukum, karena keduanya adalah korban. Hukuman sosial sudah sangat berat bagi mereka.
Atas nama pribadi, salam hormat saya
Ramayanti Alfian Rusid
(penulis dan sarjana psikologi dan komunikasi )
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H