Mohon tunggu...
Rama Romeo
Rama Romeo Mohon Tunggu... -

memandang dari sudut yang berbeda

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pesisir Surga di Kebumen

31 Maret 2015   20:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:43 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_406908" align="aligncenter" width="461" caption="Pantai Menganti, Kebumen"][/caption]

Seminggu lalu, dalam kesempatan perjalanan ke Yogyakarta, saya melancong ke Pantai Menganti, Kebumen. Dari Yogya, kurang lebih 100 km ke arah barat. Dari Gombong (Kebumen) ke selatan, kurang lebih 20 km. Pantai yang pernah dimuat berbagai media massa, bahkan beberapa kali saya saksikan tayangannya di televisi, hari itu benar-benar saya singgahi.

Ini bukan taman surga... Bukan pula serpihan surga... Ini adalah pesisir surga di atas bumi. Sekadar untuk melukiskan, betapa jalan menuju Pantai Menganti hingga ke bibir pantai Menganti, bisa membuat siapa pun muslim yang melakoninya menghela napas panjang dan melafal "Subhanallah...."

Begitu indah, sehingga rangkaian kata dan kalimat sepuitis apa pun, rasanya tidak cukup mewakili keindahan Menganti yang asli. Jalanan rusak akibat aspal berlubang (keadaan merata di seluruh Indonesia selama musim hujan), membuat perjalanan lelah, makin melelahkan. Tiba di puncak pegunungan karst, memandu saya menghentikan kendaraan sejenak.

Mencari lokasi lapang untuk bisa memarkir kendaraan. Selanjutnya, turun dari mobil dan memandang hamparan pantai yang begitu indah nun jauh di bawah sana. Cukup berfoto-foto, mobil pun menukik-berkelok menuruni jalanan yang tidak terlalu lebar tetapi mulus itu, menuju ke pesisir Menganti.

Jika Anda pernah berkunjung ke Danau Maninjau di Sumatera Barat, tentu kenal turunan "Kelok-44". Ini adalah miniaturnya. Saya tidak menghitung berapa kali berbelok hingga sampai ke bibir pantai. Tetapi, suasana jalanan berbeloknya, 11-12 dengan turunan "Kelok-44" Maninjau.

Matahari bertengger di ubun-ubun, ketika mobil terparkir di tepi pantai Menganti. Warung-warung jajan yang menawarkan kelapa muda, tak mampu menyedot langkah kaki untuk segera berlari mendekati pecahan ombak kecil di bibir pantai. Ya, ombak kecil, karena letak pantai ini memang di teluk. Cekungan pegunjngan karst, menjinakkan ombak-ombak besar Samudera Indonesia.

Tak heran, jika di Menganti, berjejer perahu-perahu motor nelayan setempat. Siang itu, hampir separuh kapal sudah mendarat. Satu-dua perahu nelayan, tampak sedang menepi. Mereka baru pulang melaut. Tak jauh dari bibir pantai, tampak bangunan tempat pelelangan ikan. Sekilas saya menengok aktivitas lelang, tidak terlalu menghebohkan.

Perolehan nelayan hari itu, tidak ada yang spektakuler. Tampak lobster, rajungan, tengiri... tetapi dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Aktivitas lelang hasil tangkapan nelayan pun, datar-datar saja. "Memang lagi kurang baik. Ini bukan bulan ikan...," ujar seorang nelayan ketika ditanya tentang sedikitnya hasil tangkapan hari itu.

Tak terasa sudah satu jam beraktivitas di pantai Menganti, sampai kerongkongan benar-benar (akhirnya) terasa kering. Kami memesan kelapa muda tanpa es, dan cemilan tempe mendoan. Superrrr... Kelapa mudanya pas. Daging tebal tetapi belum keras. Airnya menyegarkan. Tempe mendoannya? Ruarrr biasa.... ukurannya dua kali telapak kaki orang dewasa.... Ya, selebar itu! Makan satu tempe mendoan saja, sudah pupus keinginan menyantap kupat-tahu atau nasi pecel.

Lepas sudah penat... kami mendaki bukit, tak jauh dari kedai tempat kami rehat. Dari atas bukit ini, kembali tersaji pemandangan yang luar biasa indahnya. Dari 50 persenan pantai wisata di pesisir selatan Jawa yang sudah saya kunjungi, saya tempatkan Menganti di puncak kehormatan, menggeser pantai Baron di Yogyakarta. Keindahannya bahkan mengalahkan pantai indah lain di Kebumen, seperti Suwuk/Karangbolong, Ayah, Logending.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun