Filsafat adalah sebuah ilmu yang berbeda dengan ilmu pengetahuan biasanya. Jika ilmu pengetahuan bertugas meneliti sebuah materi-materi hingga terlahirlah kesimpulan ilmiah, sedangkan filsafat bertugas untuk menguraikan sebuah materi-materi hingga terlahirlah kesimpulan yang hakiki. Maka filsafat dapat dibilang sebuah ilmu yang unik, karena persoalan filsafat bukan terletak pada eksperimen-eksperimen sebagaimana yang telah dilakukan ilmu pengetahuan, filsafat lebih menekankan spekulasi-spekulasi mendalam yang mampu memacu daya nalar manusia untuk menjawab segala pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kehidupan manusia.
Untuk mendefenisikan sesuatu dapat dibagi menjadi dua point : (1) secara etimologi “kata – per – kata”, dan (2) secara terminologi “keseluruhan kata”. Filsafat berasal terdiri dari bahasa Yunani yaituPhilosophia, jika diartikan secara etimologimaka terdiri dari Filos yang artinya cinta, dan Sophos adalah Kebijaksanaan. Maka filsafat dapat diartikan cinta akan kebijaksanaan, makna inilah yang menjadi karakteristik para penekun ajaran-ajaran filsafat dari mulai peradaban yunani klasik hingga peradaban post modernisme ini.Mereka yang berfilsafat selalu mencintai segala sesuatu yang berada pada alam semesta, dan kepribadian mereka mengarah pada kebijaksanaan. Mereka adalah orang-orang yang dinamakan filsuf (seseorang yang menekuni ajaran filsafat).
Sedangkan filsafat jika diartikan secara etimologi telah banyak diuraikan oleh para ahli terkemuka pada zamannya, seperti :
Menurut Plato (427-347 SM) filsafat adalah segala pengetahuan tentang segala sesuatu yang ada,
Aristoteles (384-322 SM) yang merupakan murid plato, menyatakan filsafat menyelidiki sebab dan asas segala benda.
Marcus Tulius Cisero (106-43 SM) mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang maha agung dan usaha untuk mencapainya.
Al Farabi (wafat 950 M) fisuf muslim setelah Ibn Sina menyatakan filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam yang maujud dan bertujuan menyelidiki tentang hakikat sebenarnya.
Memang ada beberapa kesulitan jika kita melihat para pemikir dalam mendefinisikanfilsafat. Pasti saja selalu memiliki kesimpulan yang berbeda-beda, perbedaan itu terjadi karena dilatarbelakangi dengan pemahaman yang berbeda-beda pula. Tetapi disini penulis tidak akan mengukur tingkat pemahaman para ahli tersebut dalam mendefinisikan filsafat, karena memang tidak ada cara untuk mengukur tingkat pemahaman yang seperti itu, setidaknya dengan definisi yang dilakukan oleh para ahli tersohor itu kita dapat mengetahui kompleksitas dan maknadari pengertian filsafat.
Akhirnya kita dapat mengetahui benang merahnya terhadap kesimpulan mengenai definisi filsafat secara etimologi, ia adalah cara berpikir yang menelisik sebuah pertanyaan-pertanyaan secara mendalam dengan sistematis dan konsisten. Plato menyebutnya sebagai segala pengetahuan yang ada, sedangkan Aristoteles mempermudah dengan mengartikan sebagai proses menyelidiki sebab dari asas segala benda, dan Marcus Tulius menambahkan bahwa harus ada usaha untuk mencapai sebuah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan falsafah, maka ia mengatakan filsafat adalah sesuatu yang maha agung, serta Al Farabi menyempurnakan arti filsafat dengan menyatakan bahwa filsafat selalu bertujuan untuk menyelidiki hakikat sebenarnya.
Perbedaan-perbedaan dari para ahli ini sebenarnya telah menyempurnakan arti filsafat secara konfrehensif, dan dari perbedaan tersebut makna dan pengertian filsafat semakin sempurna dan menjadi mudah dipahami.
Cara Berfilsafat ?
Jika ilmu pengetahuan menggabungkanmetode apriori dan aposteriori menjadi cara-cara keilmuan, misalkan saja dimulai dari mengiventarisir masalah, menyusun permasalahan, menarik hipotesis, uji hipotesis, hingga verifikasi (sekurang-kurangnya seperti itu). Sedangkan filsafat menggunakan cara yang disebut kontemplasi / merenung.
Seseorang yang berfilsafat akan merenungkan sebuah pertanyaan untuk mencari jawaban yang sedang dipikirkannya,maka tanpa disadari setiap manusia pernah berfilsafat. Ketika Nabi Adam sampai keturunannyadianugerahi daya penalaran oleh sang Causa Prima, maka dari proses bernalar tersebut sudah menjadi konsekuensi setiap manusia untuk merasakan apa yang dinamakannya kontemplasi.
Tidak ada manusia yang tidak berpikir terkecuali orang gila, untuk melakukan proses berpikir maka dimulai dengan sebuah pertanyaan-pertanyaan. Karena tidak ada manusia yang tidak berpikir tanpa melakukan pertanyaan, melakukan pertanyaan kepada orang lain atau terhadap dirinya sendiri. Kontemplasi adalah satu sifat daya nalar manusia dalam melakukan pertanyaan kepada dirinya sendiri yang dilakukan secara terus menerus dengan usaha yang cukup tinggi untuk mendapatkan sebuah jawaban yang mendalam.
Maka dalam berfilsafat setiap orang akan diawali dengan sebuah pertanyaan, setelah itu, dari pertanyaan tersebut akan ada usaha untuk mencari jawabannya, sehingga orang tadi mendapatkan jawaban dari sebuah pertanyaannya, apakah selesai sampai disitu? Tentu tidak.
Dari sebuah jawaban yang didapat akan terlahir kembali menjadi sebuah pertanyaan baru, yang harus dicari jawaban-jawabannya. Proses yang berulang-ulang seperti itu memang terlihat mudah jika kita melihat dari rumusan-rumusanya, tetapi dalam menjalankannya perlu ketekunan dan kesabaran yang cukup tinggi, karena untuk mendapatkan jawaban yang bukan normatif atau jawaban yang mendasar diperlukan kerja keras pada penalaran manusia.
Alhasil semakin intens dan konsisten seseorang melakukan kontemplasi maka akan semakin radikal dan sistematis daya menalarnya.Ada sebuah pribahasa yang menyatakan mulailah segala sesuatu dari keragu-raguan, pribahasa ini sangat representatif sekali menjadi slogan para pelajar filsafat, karena seseorang yang berfilsafat harus memiliki rasa skeptis dahulu akan segala sesuatunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H