Didalam buku Novelnya Leila Salikha Chudori yang bertajuk 'Namaku Alam'. Terdapat sebuat pertanyaan yang dilontarkan Ibu Umayani.Â
"Mengapa Kita Jarang Percaya Pada Sejarah?"Â
Seketika saya langsung mengerutkan kening diiringi bola mata yang tersistemik menatap langit-langit.
Pertanyaan ini sangatlah menarik, sehingga saya pun berhenti sejenak membaca, lalu memikirkan jawaban dari pertanyaan tersebut.
Saya sempat berfikir "Apakah iya, kita jarang percaya pada sejarah?"Â
"Kenapa bisa ?"Â
"Lalu, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kita tidak percaya pada sejarah?"
Pikiranku seketika langsung menerobos mesin waktu, yang dimana pada saat itu aku tengah duduk dibangku Sekolah Dasar (SD), Sekolah menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Saya selalu aja menerima, meyakini dan mempercayai segala informasi-informasi yang hadir tanpa ragu disampaikan oleh para guru.Â
Namun, setelah membaca berbagai referensi buku (termasuk buku ini), diskusi dengan teman-teman dan menonton berbagai tayangan sejarah. Saya mulai tersadarkan, ibarat sebuah puzzle yang telah mengisi kekosongan.Â
Bahwa dalam melihat sejarah, kita tidak bisa memukul rata antara hitam dan putih. Karena didalamnya terdapat campur tangan dengan berbagai kepentingan.Â
Maka, untuk menjawab pertanyaan Ibu Umayani.
"Mengapa kita Jarang Percaya pada Sejarah?"
Saya berkeyakinan bahwa sejarah ditulis oleh para pemenang, yang berfungsi untuk memberikan stigma pada masyarakat bahwa dirinya adalah "Hero" dan yang kalah dikatakan sebagai seorang "Pemberontak"Â
Misalnya gini, (sorry nih kalau aga kasar) pikiran liar saya berkata, apabila pada saat itu Indonesia berhasil dikuasai oleh Para Komunis. Maka para komunis itu akan mengatakan dan menulis sejarahnya adalah orang-orang yang telah berhasil merebut kekuasaan dari pemerintah yang tidak adil, korup, otoriter dan lain sebagainya. Ia akan menyebarluaskan dirinya sebagai penyelamat, pahlawan dan seorang penegak keadilan.
Akan tetapi, hari ini kita menelan lembar demi lembar doktrin sejarah maupun film yang selalu diputar setiap tahunnya bahwa komunis itu kalah dan sang pemenang memberikan cap para komunis itu seorang pemberontak.
Ketidakpercayaan pada sejarah, karena para penulis sejarah tidak memberikan informasi seutuhnya, seobjektif mungkin, se-original mungkin, tapi menulis untuk suatu kepentingan.
Kepentingan apa ? Tafsirkan masing-masing aja:)
Gimana menurut kamu? Ada pendapat lain ?Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI