Mohon tunggu...
Rama Guna Wibawa
Rama Guna Wibawa Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis terus sampe lupa caranya berhenti, kecuali adzan, makan dan Bucin

Mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Isalam Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Apakah Perlu Mengikuti Pendapat Orang Lain?

18 Januari 2022   19:01 Diperbarui: 25 Januari 2022   19:36 2086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi hari selapas mandi saya bergegas membawa buku ke lapangan yang berada tepat di belakang rumah saya.

Saya sangat senang membaca membaca buku di tempat yang hening dan sejuk. Di sisi lain mudahnya mencerna buku yang saya baca, di sisi lain juga supaya tidak ada yang merasa keberatan apabila saya meninggikan suara ketika saat membaca.

Buku yang saya baca ini adalah buku Way Of Life, jalan hidup, yang di mana merupakan cabang filsafat kuno atau kita kenal dengan istilah filsafat stoisisme yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia Filosofi Teras karangan Henry Manampiring. 

Meskipun memang ajaran buku ini terbilang sangat zadul (zaman dulu) namun sangat relevan bila diaplikasikan dan diimplementasikan di zaman millenial ini.

Buku ini memberikan banyak sekali manfaat untuk saya pribadi yang bisa saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya tepat berada di halaman ke 67 dengan judul sub bab "Tirani Opini Orang Lain".

Di dalam buku tersebut Henry begitu resah dan mengkritik terhadap seseorang, bahwa tindakan, perilaku, hingga kebahagiaannya menggantungkan pada pendapat orang lain.

Menurut penulis, pendapat, pandangan, dan opini orang lain merupakan suatu hal yang berada di luar kendali kita, itu artinya kita tidak bisa mengatur apa yang kita mau dan inginkan dari opini yang keluar dari orang lain. 

Pendapat orang lain sewaktu-waktu dapat berubah, baik secara jangka panjang ataupun jangka pendek tergantung faktor-faktor yang melatarbelakanginya. 

Tidak hanya pada persoalan atau permasalahan yang besar kita menaruh perhatian pada pendapat orang lain, hingga persoalan yang kecil pun kita selalu terpengaruh terhadap pendapat orang lain, misalnya gaya rambut, cara berpakaian, cara makan, berjalan, dlll.

Seharusnya kita sebagai orang merdeka harus merasa diri terbebas dari pendapat-pendapat orang lain, pepatah kuno pernah mengatakan, "Berpenampilan lah apa yang pengen gua tampilin, bukan apa yang pengen lo lihat."

Disadari atau tidak gengs, pendapat, opini, dan pandangan orang lain sangat berpengaruh terhadap pertimbangan kita dalam mengambil segala keputusan yang akan kita lakukan.

Misalnya ketika kita menaruh perasaan terhadap seorang perempuan yang sudah lama kita idam-idamkan, dan namanya pun selalu dipinjam disepertiga malam. Namun semangat perjuangan kita sirna tatkala kita mendengar teman kita berkata, "Ngapain sih deketin orang itu, dia kan cuek, udah tinggalin aja."

"Kamu itu ganteng, masih banyak yang mau sama kamu, kenapa harus dia."

"Dia itu kaya, good looking, ga cocok deh sama kamu."

Atau ketika kita dihadapkan pada dua pilihan memilih jurusan kampus, antara Jurusan komunikasi dengan jurusan ekonomi, dan kita lebih lebih berminat pada jurusan komunikasi, namun lagi-lagi teman kita mengatakan, "Idiiiiih... komunikasi, tanpa kita masuk komunikasi, kita dari kecil pun udah bisa ngobrol."

"Udah masuk ekonomi aja, karir kedepannya jelas."

"Halaah...kerja aja, temen aku aja yang lagi kuliah, pengen kerja."

Pendapat-pendapat orang lain memang tidak sepenuhnya salah juga tidak sepenuhnya benar, namun hal yang menjadi pusat perhatian dinsini adalah banyak sekali mimpi-mimpi yang sangat luar biasa, dipatahkan oleh pendapat orang-orang yang belum tentu dapat dibuktikan kebenarannya di masa yang akan datang.

Filosofi Teras mengatakan dengan tegas bahwa pendapat orang lain tidak akan berpengaruh terhadap keputusan kita, perilaku kita, tindakan kita dan karakter kita, apabila kita memfokuskan pada hal-hal yang bisa kita kendalikan, seperti tujuan kita, keinginan, impian, pendapat, persepsi kita.

Sehubungan dengan hal tersebut, Marcus Aurelius seorang filsuf sekaligus pemimpin politik dan pemimpin peperangan yang mempopulerkan filsafat stoa di zaman Romawi hingga sekarang berkata, "Saya selalu kagum, kita yang selalu lebih mencintai diri sendiri dari pada orang lain, justru lebih peduli pada pendapat orang lain dari pada pendapat diri sendiri."

Filosofi Teras tidak mengajarkan kepada kita untuk menutup mata dan telinga terkait respon-respon yang datang dari luar diri kita, dengan memperhatikan, mempedulikan, dan memfokuskan pada pendapat orang lain yang justru mengorbankan kebahagiaan diri kita sendiri.

Seharusnya kita lebih dapat memilah dan memilih mana yang baik menurut kita ambil, dan mana yang buruk menurut kita, maka tinggalkan. Itu jauh lebih mudah dan sederhana, misalnya seperti nasihat mengajarkan kebaikan, pendapat yang mengarahkan kepada kebenaran, dan opini mencegah kepada kemungkaran

Jadi bagaimana pendapatmu? Apakah tindakan, perilaku, dan kebahagiaan kita masih tergantung pada orang lain?

Moga bermanfaat
salam Hormat

Rama Guna Wibawa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun